Senin, 10 November 2008

SEJARAH PERKEMBANGAN AL-HADIST
(antara al-kitabah, al-tadwin dan al- tashnif)
Oleh: Elit Ave Hidayatullah

PENDAHULUAN

Muhammad sebagai utusan Allah yang ajarannya ditujukan kepada seluruh alam (rahmatan lil'alamin) adalah keyakinan yang harus di imani oleh seluruh ummat Islam setelah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan kepada beliau mu'jizat al-Qur'an diturunkan. Karena beliau adalah Rasulullah maka segala perbuatan beliau adalah ma'shum dan terjaga. Walaupun demikian interaksi beliau dengan masyarakat dan sahabat-sahabatnya tidak menggunakan protocol yang mengatur segala kegiatan beliau, sehingga dengan mudah para sahabat mengambil dan menerima ajaran beliau. Demikian juga sebaliknya para sahabat menjadikan segala yang diketahui dari perbuatan Rasul, ucapan dan tutur kata Rasul sebagai tumpuan perhatian beliau, segala gerak-gerik Rasulullah adalah teladan dan pedoman hidup mereka. Para sahabat tentunya berkeyakinan bahwa meneladani Rasulullah adalah sebuah kewajiban.

Oleh karena itu segala sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifatnya menurut para ulama' disebut al-Hadist. Dalam kaitannya dengan al-Qur'an, al-Hadist adalah sumber agama kedua setelah al-Qur'an. Selain dari pada itu al-Hadist merupakan tafsir atas ayat-ayatnya, penerang atas makna-makna yang terkandung di dalamnya, pengikat atas kemutlakannya, penjelas atas ke rumitannya, penentu atas kemubhamannya, alasan atas hukum-hukumnya, dan mengikutinya adalah wajib sebagaimana mengikuti al-Qur'an, sebagaiman firman Allah; wa maa ataakum al-rasulu fahudzuuhu wamaa nahaakum 'anhu fantahuu.

Sampai ditangan kita ternyata hadist-hadist sudah terkumpul dalam beberapa buku yang masing-masing memiliki karakteristik masing-masing. Ada yang berisi kumpulan hadist-hadist sahih seperti dalam sahih bukhari, sahih muslim, sunan tirmidzi, ada yang disusun sesuai dengan bab-bab dan topik seperti dalam al-Tarikh al-Kabir dan lain-lain. Kalau kita cermati betapa banyak buku tentang hadist ini tentu merupakan sebuah keinginan para ulama' untuk berkhidmah kepada rasulullah lewat hadist-hadistnya, dan para ulama dalam mengumpulkan hadist-hadist tersebut tentu tidak dengan sembrono namun mereka memiliki pendekatan khusus dalam mempelajari buku-buku sebelumnya dan metode-metode khusus dalam pengumpulannya.


METODE RASUL DALAM MENYAMPAIKAN HADIST

Dalam bermasyarakat dan berinteraksi dengan para sahabat Rasulullah sangat bebas tidak ada batasan antara beliau dan para sahabat sebagaimana kita berinteraksi dengan masyarakat luas dalam sebuah komutisas dalam satu RT atau RW bahkan satu Desa. Ada beberapa batasan memang namun batasan tersebut tentu dalam hal yang berkenaan dengan masalah rumah tangga atau mu'amalah dengan isteri beliau. Hal ini adalah cara rasul untuk menyampaikan risalah kenabiannya. Sehingga para sahabat mampu memahami ajaran beliau dengan mudah.

Kondisi lingkungan, lahiriyah, batiniyah antara sahabat satu dengan yang lainnya tentu bermacam-macam. Maka apabila rasulullah menyampaikan risalahnya tanpa mengerti dan melihat keadaan tersebut tentu akan banyak ajaran yang akana sia-sia belaka dikarenakan kejenuhan para sahabat. Untuk itu rasulullah sangat memperhatikan cara/ metode yang sesuai dengan keadaan para sahabat. Beberapa cara/metode rasul dalam menyampaikan ajarannya antara lain;

1. Melalui jama'ah dalam sebuah majlis 'ilmi.
2. Melalui sahabat tertentu disengaja atau tidak disengaja, karena berkenaan dengan hal-hal yang sensitif, seperti; masalah keluarga, keebutuhan biologis (masalah hubungan antara suami dan isteri) dan lain-lain.
3. Melalui ceramah atau pidato ditempat-tempat terbuka, seperti saat haji wada'
4. Melalui perbuatan langsung yang disaksikan oleh para sahabat, seperti, tatacara shalat.
5. Melalui pertanyaan yang disampaikan oleh beberapa sahabat, seperti, masalah iman
Dari hal tersebut di atas, dapat kita ketahui bahwa umat Islam menerima hadist secara langsung dari sumbernya yaitu Rasulullah baik melalui perkataan beliau, perbuatan beliau dan ketetapan-ketetapan beliau.


SEKITAR PENULISAN HADIST

Polemik antara perintah dan larangan dalam menulis hadist

Kegiatan tulis menulis Mayoriti perhatian para sahabat pada masa Rasulullah adalah tentang al-Qur’an dan tidak banyak para sahabat yang meberikan perhatian khusus terhadap Hadist. Hal ini bukan karena mereka tidak sengan dengan Hadist, namun lebih disebabakan oleh hadist Rasul yang melarang para sahabat untuk menulis hadist. Diantara mereka yang meriwayatka hadist tersebut adalah Abu Sa’id al-Khudri, Abu Hurairah dan Zaid bin Tsabit.

Dari Abu Sa’id al-Hudzriy RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah menulis ucapan-ucapanku, dan barang siapa menulis ucapanku selain dari al-Qur’an maka hendaklah ia menghapusnya”.

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW diberitahu bahwa orang-orang banyak menuis hdist-hadistnya. Maka beliau lalu naik mimbar, dan setelah membaca hamdalah beliau bersabda; Apa maksud kalian menulis kitab-kitab itu?. Saya hanyalah menusia. Siapa yang mempunya tulisan-tulisan harap dibawa kemari”. Kata Abu Hurairah selanjutnya, “kemudian kami mengumplkan tulisan-tulisan itu, lalu dikeluarkan. Lalu kami bertanya Rasulullah. Apakah kami boleh meriwayatkan Hadist dari padamau ya Rasulullah? Rasulullah menjawab “ya boleh, riwayatkanlah hadist-hadist daripadaku, tidak apa-apa. Dan barang siapa mendustakan diriku dengan sengaja, maka siap-siaplah engkau masuk neraka. Kemudian Abu Hurairah mengatakan, “kemudian tulisan-tulisan itu kami kumpulkan menjadi satu lalu kami membakarnya.

Berasal dari Muthalib bin ‘Abdullah bin Hantab. Kata al-Muttalib, Zaid bin Tsabit datang kepada mu’awiyah, lalu Muawiyah menanyai tentang suatu hadist. Muawiyah juga menyuruh pembantunya untuk menulis hadist tersebut. kepada Mu’awiyah, Zaid lalu mengatakan bahwa Rasulullah SAW melarang mereka menulis hadist.

Namun selain hadist-hadist tersebut diatas ternyata, ada juga hadist yang menjelaskan, bahwa Rasulullah mengizinkan untuk menulis hadist, diantaranya;

Dari ‘Abdullah bin Amru bertanya: “Wahai Rasulullah apakah saya mengikat setiap ilmu? Rasul bersabda: (ya). Dan bertanya lagi. “apakah yang akan mengikatnya? Rasul Bersabda; “Kitab”.

Dari Abu Hurairah berkata: “Tidak ada satupun sahabat Nabi SAW paling banyak hadistnya kecuali ‘Abdullah bin Amru, sesungguhnya ia menulis dan aku tidak”.
Dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya berkata kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, aku menulis sesuatu yang saya dengar darimu?” Rasul bersabda: “ya”.

Beberapa ulama beranggapan bahwa riwayat hadist yang menyatakan tentang pelarangan Rasul terhadap penulisan hadist adalah tidak diterima dengan beberapa sebab, kecuali apa yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id al-Khudri saja yang perlu dipertimbangkan meskipun juga terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama’. Sedangkan hadist yang berkenaan dengan izin Rasul untuk menulis hadist selain yang tersebut di atas adalah masih sangat banyak dan majority riwayatnya adalah shahih.

Sebagaimana telah diterangkan tentang derajat hadiast yang berkaitan dengan permasalah tersebut, dapat disimpulkan bahwa hadist tentang pelarangan menulis di batalkan (mansukh) dengan hadist yang mengizinkan penulisan. Sedangkan tentang maksud pelarangan tersebut adalah disebabkan karena pada awalya para sahabat mendengarkan ayat-ayat al-Qur’an yang disampaikan kepadanya, sebagaiamana mendengarkan keteranga tentang makna ayat tersebut dari Rasulullah dalam satu waktu.

Oleh karena itu kemungkinan penulisan ayat al-Qur’an dan keterangan Rasul dalam satu tempat oleh para sahabat itu terjadi, maka dilaranglah penulisan hadist. Namun setelah muncul para penghafal al-Qur’an dari kalangan para sahabat selain itu mereka juga mempu membedakan antara kalamullah dan kalamurrasul dan hilangnya perasaan takut tercampur antara keduanya, maka dibolehkanlah penulisan tersebut. Sebagaimana Ibn Shalah dalam Muqaddimahnya menyatakan bahwa izin penulisan hadist adalah khusus dan larangan tersebut adalah umum;

ولعله صلى الله عليه وسلم أذن في الكتابة عنه لمن خشى عليه النسيان، ونهى عن الكتابة من وثق بحفظه، محافظة الاتكال على الكتاب، أو نهى عن كتابة ذلك عنه حين خاف عليهم اختلاط ذلك بصحف القرآن العظيم وأذن في كتابته حين أمن من ذلك.

Dari beberapa keterangan tersebut di atas dapat kita fahami bahwa proses penulisan hadist sudah dimulai sejak zaman Rasulullah.

Hadist pada masa sahabat

Loyalitas para sahabat terhadap Rasulullah dan ajarannya memang tidak diragukan lagi. Sejak wafatnya Rasulullah hingga masa Khalifah Umar bin Khatab perhatian para sahabat terhadap al-Qur’an adalah di atas segalanya. Walaupun telah ada riwayat Nabi yang mengizinkan penulisan hadist, namun para sahabat menahan diri untuk menulis hadits, ini disebabkan karena keinginan para sahabat untuk menjaga al-Qur’an dan Hadits. Sehinggalah muncul di antara mereka kelompok yang setuju dengan penulisan hadits dan kelompok yang tidak setuju dengan penulisan tersebut. Namun karena banyak kalangan sahabat yang setuju dengan kegiatan tersebu, maka yang sebelumnya tidak setuju akhirnya menyetujui rencana tersebut.

Adalah Umar bin Khattab (10 SH – 74 H) dalam hal ini sangat berhati-hati dengan rencana tersebut hingga mencurahkan seluruh fikirannya demi rencana tersebut. Sampai akhirnya datanglah petunjuk dengan mengkaji pendapat-pendapat para sahabat, dan setelah melakukan istikharah selama satu bulan, seraya berkata: “Sungguh tidak ada kitab lain selain kitabullah”. Kehati-hatian Umar tersebut bukan tidak beralasan, akan tetapi ditakutkan kegiatan tersebut akan menjadikan perhatian kaum muslimin terhadap al-Qur’an berpindah kepada hadist, yang kemudian menganggap hadits adalah lebih utama dari pada al-Qur’an.

Diantara para sahabat, pada masa Rasulullah masih hidup, banyak diantara mereka yang menulis tentang hadits – meskipun jumlah hadist yang ditulis berbeda antara satu dengan lainnya - yang mana tulisan tersebut dijadikan koleksi pribadi para sahabat, baik tulisan-tulisan tersebut sudah disampaikan kepada kaum muslimin. Diantaranya adalah ‘Abdullah bin Amru bin ‘Ash (27 SH – 63 H), Jabir Ibn Abdillah (16 SH – 78 H), Imam ‘Ali Radliyallahu ‘Anhu (23 SH – 40 H). Disamping tulisan para sahabat tersebut juga terdapat tulisan yang sudah dimusnahkan seperti yang dimiliki oleh Abu Bakar (50 SH – 13 H).

Hadist pada masa tabi’in

Perselisihan pada masa tabi’in ini tidaklah berbeda degan perselisihan pada masa sahabat, yaitu antara kelompok yang memperbolehkan penulisan hadist dan kelompok yang melarang menulisnya. Namun pada masa ini isu yang bergulir adalah bahwa para diantara mereka ada yang memasukkan beberapa ide mereka kedalam hadist. Diantara mereka yang menolak penulisan tersebut adalah; Ubaidah bin ‘Amru al-Sulaimaniy al-Muradiy (72 H), Ibrahim Yazid Taymiy (92 H), Jabir bin Zaid (93 H), Ibrahim al-Nakha’iy (96 H).

Akan tetapi isu tersebut menurut Ibn Shalah dalam muqaddimahnya, menyatakan, bahwa penambahan tersebut bukanlah pada esensi hadits ataupun dzatnya – meskipun pendapatnya juga menuai pro dan kontra. Namun kaum muslim permisif dan setuju dengan menyebarluaskannya, seandainya tidak ditulis dalam sebuah buku maka tidak akan dapat dipelajari oleh generasi-generasi selanjutnya. Sejak saat inilah mulai menyebar penulisan hadist di mana-mana hingga sampai pada para khalifah, sehingganya mereka yang awalnya tidak setuju kemudian mulai mendatangi majlis-majlis ilmu dan mulai memerintahkan kepada beberapa orang untuk menuliskan hadist. Pada masa itu adalah masa Khalifah Umar bin Abd al-Aziz;

عن عبد الله بن دينار قال: خرج علينا عمر ابن عبد العزيز إلي إهل المدينة: أن انظرو حديث رسول الله صلى الله عليه وسلم فاكتبوه، فإن قد خفت دروس العلم وذهاب اهله

Maka pada masa khalifah Umar bin Abd al-Aziz inilah mulai muncul perhatian khusus terhadap hadist. Sehingga sebagian ulama berpendapat bahwa pada masa inilah pertamakali dikumpulkan al-Hadist, walaupun ada yang mengatakan bahwa sebelum Umar yaitu Raja Mesir Abd al-Aziz bin Marwan (85 H). Selain dari pada itu beberapa ulama menyatakan bahwa penulisan hadist sudah sejak zaman Rasulullah sudah dilakukan namun tidak secara resmi, dan di masa Umar bin Abd al-Aziz inilah mulai proses penulisan secara resmi.

Maka tidak heran apabila pada masa ini mulai muncul ulama-ulama yang mengumpulkan dan menghimpun hadist-hadist dalam satu buku. Dan pada masa ini juga penghimpunan tersebut mulai menunjukkan sebuah usaha baru dengan menjadiakan dalam satu kitab tersebut tersusun dengan susunan yang teratur. Diantaranya adalah;
Nama Wafat Tempat
Abd Malik bin Abd Aziz bin Juraikh al-Bashry 150 Mekkah
Malik bin Anas 178
Muhammad bin Ishaq 151 Madinah
Muhammad bin ‘Abdurrahman Abi Dza’bi 158


HADITS NABI DARI MASSA KE MASSA

Pada bagian ini penulis mencoba merangkum apa yang ada pada kitab “Tadwin al-Sunah al-Nabawiyyah” karya Dr. Muhammad Mathor al-Dzahroni. Beliau menjelaskan pada bukunya tentang sejarah perkembangan hadist sejak abad pertama hingga abad kelima selain itu ia dalam bukunya juga disenaraikan beberapa karya yang di hasilkan ulama pada abad tersebut. Sebenarnya juga beliau menjelaskan sedikit tentang karakteristik karya-karya tersebut. namun penulis kali ini tidak menuliskan dalam bagian ini karena pembahasan tentang hal itu akan dibahaskan oleh kawan-kawan lainnya.

a. al-Hadist pada Abad Pertama

Pada abad ini dimulakan pembahasan sejak zaman Rasulullah, Shahabat, dan Tabi’in.

Pertama, hadist pada masa Rasulullah, pada masa ini tidak banyak yang dibahaskan, karena sebagian telah di bahaskan pada bagian sebelum ini. Karena sememangnya perkembangan hadist pada saat itu, masih dalam taraf penulisan dan pengumpulan yang dilakukan oleh beberapa sahabat. Tetang karya yang dihasilkan pada saat itu adalah hanya berupa surat-surat Rasulullah kepada beberapa raja, tidak lebih dari itu.

Kedua, pada masa Sahabat, pada masa ini banyak sekali khidmah khidmah sahabat dalam rangka menjaga kemurnian hadist nabi, diantara beberapa usaha yang dilakukan pada masa ini adalah;

1. Penghafalan hadist dan penjagaannya, disamping itu juga perintah untuk menulis kepada para murid.
2. Penulisan sunah Nabi dari antar satu sahabat dengan sahabat lainnya, sebagai contoh;
a. Asid Bin Hidir al-Anshori telah menulis beberapa hadist Rasul dan Hukum-Hukum Abu Bakar dan kemudian mengirimkannya kepada Marwan bin Hakim.
b. Jabir bin Samrah menulis beberapa hadist Rasul yang diambilnnya dari Amir bin Sa’id bin Abi Waqas. dll
3. Perintah kepada para murid untuk menuliskan setiap hadist yang diperolehinya, sebagai contoh;
a. Anas bin Malik memerintahkan anak-anaknya untuk menulis ilmu yang diajarkan kepadanya.
b. Diriwayatkan dari Khatib dari murid Abdullah bin Abbas ia berkata: “menjaga ilmu dengan menuliskannya pada buku adalah lebih baik. Karena ia adalah sebaik-baik pengikat”. Dll
4. Pengumpulan hadist pada satu mushaf, yang kemudian saling berpindah dari satu syaikh kepada muridnya.

Pada masa inilah mulai dilakukan pengumpulan hadist pada suhuf yang pertama kali pada abad kedua dan ketiga, baik berupa jawami’, masanid, dan sunan. Diantara mushaf tersebut adalah; Sahifah Abu Bakar, Sahifah Ali bin Abi Thalib, Sahifah Abdullah bin Amr bin Ash, semuanya ditulis pada zaman Rasulullah. Selain dari itu ada juga, Sahifah Abdullah bin Abi Aufi, Sahifah Abi Musa al-Asy’ari, Sahifah Jabir bin Abdullah.

Ketiga, usaha Tabi’in dalam menjaga kemurnian hadist Nabi SAW, diantara usahanya adalah;

1. Perintah untuk menghormati sunah dengan menghafal dan menuliskannya dengan memverivikasi riwayatnya dan kabarnya.
2. Pengumpulan hadist pada satu mushaf
Pada masa ini memang sudah tersebar hadist dikalangan masyarakat secara lebih luas lagi dibandingkan dengan pada masa Rasulullah dan Sahabat, sehingga penulisan hadist pada masa ini telah menjadi sebuah trend tersendiri dalam setiap khalaqah ilmu di dunia Islam. Dan beberapa factor yang mendorong kegiatan tersebut adalah;
a. Menyebarnya riwayat hadist, sanad yang panjang, banyaknya nama perawi dan kunnanya, juga nasabnya.
b. Wafatnya beberapa penghafal hadist dari kalangan sahabat dan kibar al-tabi’in. sehingga ditakutkan sunah akan hilang bersamaan dengan meninggalnya mereka.
c. Lemahnya kemampuan menghafal, apalagi semakin menyebarnya ilmu-ilmu lain dikalangan umat muslim.
d. Munculnya kalangan penyebar bid’ah dikalangan muslim.
3. pada masa ini juga telah dihasilkan beberapa karya diantaranya adalah;
a. Sahifah Sa’id bin Jabir murid Ibn Abbas.
b. Sahifah Basyir bin Nahik ditulis dari Abu Hurairah dan lainya.
c. Sahifah Mujahid bin Jabir murid Ibn Abbas, dll.

Keempat, ini adalah beberapa usaha Daulah Islamiah dalam rangka memurnikan hadist dari penyelewengan. Pada masa khalifah Umar bin Abdul Azizlah nampak bahwa perhatian Daulah Islamiah sangat besar atas pekembangan hadist Nabi. Sehingga tidak heran apabila dinisbahkan kepada beliau proses pengumpulan hadist pertamakali. Walaupun ada pendapat yang menyatakan bahwa Ibn Syihablah yang paling pertama telah menulis hadist sebelum Umar.

d. al-Hadist pada Abad Kedua

Pada abad ini dibagi menjadi dua. Pertama adalah shighar tabi’in (yang meninggal terakhir setelah 140H). Pada masa ini adalah masa dimana telah dijelaskan sebelumnya. Kedua, adalah pengikut tabi’in setelah generasi sahabat dan tabi’in dalam silsilah periwayatan sunah dan penyampaian agama kepada kaum muslimin.
Pada masa kedua ini adalah masa dimana kaum muslimin berhadapan dengan kaum penyebar bid’ah dan berita bohong yang dilakukan oleh kaum Zindiq yang memiliki motivasi besar dalam rangka melawan dan menentang kebenaran sunnah. Hingga akhirnya khalifah al-Mahdi berinisiatif untuk mengrim salah seorang untuk masuk kedalam kelompok orang zindik, untuk mengetahui kegiatan dan aktifitas mereka.

Namun dibalik serangan musuh yang bertubi-tubi, timbul pada diri kaum muslimin untuk berkhidmah kepada hadist Nabi, sehingganya mereka mulai mengumpulkan hadist-hadist dengan mensistematiskannya dalam bab-bab yang teratur. Sebagaimana muncul juga pada masa ini ilmu rijal diantara ulama yang menyusun ilmu ini adalah; laits bin Sa’ad (175 H), Ibn Mubarak (181 H), dlumrah bin Rabi’ah (202 H), al-fadl bin Dakkin (217 H), dll. Maka masa ini adalah masa pengasasan ilmu sunah “jil al-ta’sis li ‘ulum al-Sunnah al-Muthahharah” sehingga hidup pada masa ini, Imam Malik, Syafi’I, al-Tsauri, Al-Auza’I, Su’bah, Ibn Mubarak, Ibrahim al-Fazari, ibn Uyainah, Qattan, Ibn Mahdi, waki’, dll.

Karakteristik pengumpulan hadist pada abad ini adalah;

1. Pengumpulan Hadist secara sistematis mengikuti bab dan keutamaan setiap mushaf.
2. Dikumpulkan juga pada masa ini pendapat para sahabat dan fatwa-fatwa tabi’in disamping hadist-hadist Rasulullah.
3. tekhnik pengumpulan yang digunakan adalah dengan mengumpulkan hadist-hadist sesuai dengan bab kecil, kemudian dikumpulkan bab-bab tersebut pada bab besar atau Kitab dalam satu mushaf.
4. sedangkan materi/matan yang ada dalam musannafat pada masa ini adalah kumpulan mushaf-mushaf pada masa sahabat dan tabi’in juga dari beberapa ungkapan sahabat dan tabi’in secara lisan.

Pada masa ini telah dihasilkan beberapa kary besar yang berkaitan dengan musannaf, jami’, dan sunan, dan yang paling masyhur diantaranya adalah al-muwatha’ imam malik. Selain beberaa kerya tersebut, beberapa ulamapun telah menghasilkan beberapa karya, diantara ulama tersebut;

1. Muhammad Abdul Malik bin Abdul Aziz bin Juraij (150 H) di mekkah.
2. Muhammad bin Yasar al-Mathlabiy (151 H) di madinah.
3. Mu’ammar bin Rasyid al-Bashriy Shan’aniy (153 H) di Yaman, dll.

e. al-Hadist pada Abad Ketiga

Pada abad ini adalah abad dimana ilmu-ilmu Islam secara umum dan ilmu hadist secara khusus berkembang luas di seluruh penjuru dunia. Maka pada masa inilah mulai muncul kegiatan rihlah untuk mencari ilmu, pennyusunan ilmu rijal, disamping juga muncul para ulama penghafal hadist dan pengkrtik periwayat hadist. Diantara ulama-ulama tersebut adalah; Ahmad bin Hambal, Ishak bin Rahwayah, Ali Ibn al-Madini, Yahya bin Mu’in, Muhammad bin Muslim bin Warah, Abu Abdullah al-Bukhari, Muslim bin Hajjaj, Abu Zar’ah, Abu Hatim al-Raziyani, Utsman bin Sa’id, ‘Abdullah bin Abdullarhman al-Darimiyani, dll.

Karena telah muncul karya-karya baru dalam bidang aqidah maka ulama-ulama hadistpun juga menghasilkan beberapa karya hadist yang berkenaan dengan isu tersebut, diantara karakter karya pada masa ini adalah;

1. Pengumpulan nash-nash dari kitab atau sunah yang berkaitan dengan aqidah yang disertakan padanya keterangan tentang metode salaf – sahabat dan tabi’in – dalam memahami nash-nash tersebut. serta beberapa pandangan mereka terhadap penyebar bid’ah. Dan yang semacam ini diberi judul dengan al-sunnah, contoh; al-Sunnah Ahmad bin Hambal, Anaknya Abdullah, Abi Nash al-maruziy, dll.

2. Penentangan terhadap para penyebar bid’ah, yang mengandungi didalamnya keterangan tetang kesesatan mereka, dan cara menghadapi ancama mereka, sehingga kaum muslimin dapat berhati-hati terhadap ide-ide mereka.

Adapun karakteristik karya mengenai hadist pada masa ini diantaranya adalah;

1. mengklasifiksikan hadist-hadist rasul dan memisahkannya dari pendapat sahabat dan fatwa-fatwa para tabi’in.
2. mengklasifikasikan dan menjelaskan derajat hadist mulai dari yang sahih hingga dla’if.
3. beragamnya karya-karya sunah, diantaranya;

- kutub al-masanid, dikumpulkan daripadanya hadist-hadist para sahabat menjadi satu, seperti musnd al-Imam Ahmad, dll.
- Kitab sahih dan sunan, dikumpulkan padanya hadist-hadst Rasulullah, pada bab utama dan bab-bab kecil dengan memperhatikan derajat kesahihan hingga kedla’ifan hadist tersebut, seperti kutub sittah; Imam Bukhari, Imam Muslim, Sunan Abi Daud, Jami’ Tirmidzi, Sunan Nasa’I, Sunan Ibn Majah.
- Kutub mukhtalaf al-hadist dan kemusykilannya, seperti ikhtilaf al-hadist Imam Syafi’iy, ali al-madiniy, ta’wil mukhtalaf al-hadist ibn Qutaibah.

f. al-Hadist pada Abad Keempat

Pada abad ini tidak banyak metode baru yang dikembangkan oleh para ulama, pada umumnya mereka mengikuti ulama pada abad sebelumnya, yaitu abad ketiga, dan beberapa usaha yang diupayakan ulama hadist pada masa ini, diantaranya adala;

1. mentakhrij hadist-hadist sahih, contoh; sahih in hudzaifah, ibn hibban, dll.
2. Meringkas beberapa hadist sunan dan hukum dengan mengkategorikan sesuai dengan derajat hadist, contoh;
3. menyusun karya mukhtalaf dan musykil hadist sebagai pelengkap karya sebelumnya, contoh;
beberapa bentuk/style karya yang dihasilkan pada masa ini diantaranya adalah;
1. Kitab Musthalah Hadist dan ulum hadist, dengan mengumpulkan daripadanya kaedah-kaedah yang berbeda dalam karya-karya ulama’ pada abad sebelumnya, yaitu abad kedua dan tiga. Contoh;
2. Kutub mustakhrajat, yaitu upaya mentakhrij hadist dari beberapa kitab hadist dengan sanadnya sendiri tanpa mengikuti kaedah penulis, kemudian dikumpulkan sanadnya denga sanad pentakhrij. Contoh;

Sedangkan karya-karya yang masyhur pada abad ini diantaranya;

1. Sahih Ibn Huzaimah
2. Sahih Ibn Hibban
3. Mustadrak hakim
4. Syarh Musykil Atsar al-Tohawiy
5. Mu’jam Kabir al-Thobari
6. Sunah Darul Qutni
7. Sunah Kubra al-Baihaqi.

g. al-Hadist pada Abad Kelima

Pada Abad ini sangat berbeda dengan abad-abad sebelumnya, karena pada abad ini adalah abad dimana dimulai dengan penyusunan karya tentang mausyu’ah hadist, diantaranya;

1. Kitab Jami’ baina Sahihaini
2. Kitab Jami’ baina Kutub Sitah.

Sedangkan beberapa karya yang masyhur pada abad ini, diantaranya;

1. Syarh Sunnah li Al-baghowiy
2. Jami’ al-Usul li Ibn Atsir

h. al-Hadist setelah Abad kelima hingga abad kesembilan

Pada jangka masa yang panjang ini kira-kira empat abad berlalu beberapa penderitaan dan kekacauan muncul dikalangan kaum muslimin, diantara kesengsaraan tersebut adalah;

1. Semakin merosotnya gairah keilmuan dan membekunya pemikiran umat yang sudah mulai nampak tanda-tanda tersebut pada awal abad kelima.
2. Berlangsungnya perang salib dikawasan kaum muslim.
3. TakhluknyaBaghdad di tangan Tartar pada tahun 656 H.
4. Semakin bertambah goncangan ahli bid’ah terhadap kaum muslimin, yang mana ini sudah dimulai sejak awal abad keempat.
5. Perang saudara diantara wilayah kaum muslimin.

Untuk mnghadapi situasi politik tersebut muncul dikalangan para ulama khususnya ulama ahli sunah wal jama’ah usaha untuk meringankan keadaan tersebut, diantara ulama-ulama tersebut adalah;

1. ulama ahlu sunnah seperti; Abu Bakar Baihaqi, Khatib al-Baghdadi hingga muncul Ibnu Taimiyah dengan murid-muridnya yang mulai mengembalikan semangat keilmuan dikalangan umat Islam, sehingga timbul kembali semangat baru untuk berkarya dalam berbagai disiplin ilmu, dalam ilmu Hadist mulai muncul beberapa semangat baru dalam berkhidmat kepada Hadist, diantara samangat tersebut adalah;

a. Berpegang teguh kepada Karya-karya salaf, baik dari hal periwayatan, pengajaran, penjelasan (syarh), dan biography rijal hadist.
b. Berpegang teguh terhadap ilmu hadist, baik penyusunan, pengklasifikasian, dan penjelasan, sehingga muncul pada masa ini berbagai macam karya musthalahul hadist yang sistematis.
c. Penggandaan karya-karya salaf dengan tetap memperhatikan susunannya, sehingga muncul beberapa karya baru, misalnya; 1. Penenyusunan ulang karya-karya salaf dengan tanpa merubah matan dan rijalnya, 2. Penyusunan karya yang mengumpulkan didalamnya judul-judul tertentu yang terbatas, contoh, kutub al-maudhu’at, dan ahkam, 3. Kutub yang memperhatikan khidmat kitab lain, seperti; kutub takhrij, zawaid, dll.
2. Usaha beberapa wilayah dan pemerintah dalam menhdupkan kembali sunah dan menghalau para ahli bid’ah, dengan menghidupkan kembali semgat jihad melawan musuh Islam dan rasulnya dari orang-orang kafir dan munafiq.
3. Usaha para penguasa dan para ulama yang saling nasehat menasehati pada kebenaran dan kesabaran. Sehingga antara ulama dan pemerintah saling mengetahui keutamaan satu dan lainnya.

Beberapa karya pada masa ini, diantaranya;

1. Kutub fi al-Maudluat al-Khasah wa mahdudah
a. Kutub al-Maudlu’at
b. Kutub al-Ahkam
c. Kutub Gharib al-Hadist
d. Kutub al-Targhib wa tarhib
2. Kutub fi al-maudlu’at ‘amah wa samilah
a. kutub al-Athraf
b. kutub al-Takhrij
c. Kutub Zawaid
d. Kutub al-Jawami’


HADIST ANTARA AL-KITABAH, AL-TADWIN, DAN AL-TASHNIF

Al-Kitabah, menurut bahasa adalah masdar dari kataba-yaktubu menulis. Proses penulisan hadist sesuai dengan apa yang telah dijelaskan diatas adalah bahwa ia dimulaikan sejak zaman Rasulullah.

Tadwin, menurut bahasa adalah. Pada abad kedua ini mulailah hadist dibukukan dalam sebuah buku yang tersusun dalam sebuah bab besar sesuai dengan kitab yang digunakan, dan semangat ini muncul pada zaman yang sangat berdekatan pada beberapa tempat yang sedang menggalakkan kajian keilmuan pada sebuh daulah. Sehingga muncul kitab al-masanid kemudian shahih dan tepatlah pada saat ini mulai tersusun kitab hadist secara teratur hingga sampai kepada kita. Sesuai dengan keterangan di atas proses kedua ini sudah dimulai sejak zaman Rasulullah secara tidak resmi dan pada masa Umar bin Abdul Aziz secara resmi dilakukan.

Tashnif, mengumpulkan dari yang tercecer, penjelasan dari yang musykil, peertiban dari yang tidak tertib, menyusun dengan mendaftar dari yang tidak tersusun, sehingga memudahkan bagi talib al-Hadist untuk memanfaatkan buku tersebut. Dari makna diatas maka nampak bahwa proses ini dimulaipada abad ke Abad kedua.


Kesimpulan

Maka hadist sampai pada kita saat ini telah mengalami beberapa proses yang panjang, penyaringan yang ketat, dan klasifikasi yang tepat. Dan khidmah para ulama-ulama abad-abad lampau sungguh sangat besar terhadap pengembangan hadist. Dan ini juga merupakan sebuh bukti bahwa proses keilmuan islam juga memiliki karakteristik sendiri dan tidak mengikuti budaya bangsa lain.
MAJMA’ AL-ZAWAID WA MANBA’ AL-FAWAID
Abdul Haris Bin Bahruddin
IGB 080005


Nama dan Kelahiran

Pengarang karya ini adalah Ali bin Abi Bakr bin Sulaiman bin Abi Bakr bin Umar bin Saleh Nuruddin Abu Hasan Al-Haithamiy al-Qāhiriy, al-Syāfi’I, al-Hāfiz di kenal sebagai Haithamiy. Ia dilahirkan pada bulan Rajab 735 H. Ia tumbuh besar dan menghafal al-quran. Kemudian bersahabat dengan al-Zein al-‘Irāqiy ketika ia sudah baligh. Sejak pertemuannya, ia tidak pernah berpisah dengan al-Zein sampai beliau wafat. Ia ikut serta dengannya dalam setiap perjalanan dan menemaninya di sepanjang pertualangan mencari hadith. Diantara kota-kota yang pernah dijalaninya selama mengumpulkan hadith adalah Mesir, Kaherah, Haramain, Batul Maqdis, Damsyiq, Ba’labak, Halab dan sekitarnya, Tarablis dan lain-lain.

Bersama Gurunya

Al-Haithamiy banyak menulis dari karya gurunya dan membacakan kembali dihadapannya. Iapun menguasai hadith di tangan gurunya. Ia banyak berlatih dalam mengumpulkan dan menyusun buku. Seperti merangkum tiga karya al-Tabrāniy (al-mu’jam al-ṣaghir, al-mu’jam al-Ausaṭ dan al-mu’jam al-kabir). Selain itu, beliau juga menulis Musnad Ahmad bin Hanbal, Al-Bazzār, Abi Ya’la, yang terdapat dalam al-kutub al-sittah. Kemudian mengumpulkan semua karya ini dalam satu kitab tanpa mencamtumkan sanad-sanad dan di beri nama majma’ al-zawāid wa manba’ al-fawāid.

Al-Haithamiy adalah orang yang taat beragama, bertakwa, zuhud dan suka menuntut ilmu dan beribadah. Dia juga sentiasa berkhidmat kepada Seikhnya, Cinta kepada hadith dan ulama yang berkecimpung di dalamnya. Dia banyak berbicara mengenai hadith dan Sang guru selalu bersamnya. Begitulah kehidupannya sehingga ia wafat pada malam selasa 19 ramadan tahun 807 H. di Kaherah. Sang guru sangat takjub kepadanya. Kerana, selain kepintaranya, ia juga sangat hormat, beradab, sabar serta ikhlas dalam berkhidmat kepada Sang Guru. Ia tidak pernah bosan melakukan semua ini di samping beliau juga menulis hadith. Salah satu bukti kecintaan gurunya kepadanya, ia dikawinkan dengan anak perempuannya yang bernama Khadijah.

Guru-gurunya selain Al-Zein al-’Iraqiy

Selain al-’Irāqiy, dia juga berguru kepada Abu al-Fath al-Maydūmiy, Ibn al-Mulūk, Ibn al-Qaṭrawāniy, Ibn al-Khabbāz, Ibn al-Hamawiy, Ibn Qayyim al-Ḍiyaiyyah, Ibn Abdul Hadi, Muhammad Ibn Abdullah al-Nu’māniy, Ahmad Ibn al-Raṣdiy, al-’Arḍiy, Mudhfir al-din Muhammad Bin Muhammad Bin Yahya al-’Aṭṭār dan Ahmad Ibn Abdurrahman al-murādiy.

Karya-karyanya

Selain karya yang menjadi tajuk tulisan ini masih banyak lagi karya yang telah dihasilkan oleh Imam al-Haithamiy diantaranya:

1. al-Maqṣad al-’Ula fi Zawāid Musnad Abi Ya’la al-Muṣiliy.
2. Mawārid al-Dham’ān fi Zawāid Ṣahih Ibn Ḣibban.
3. Zawāid Ibn Majah ’ala al-kutub al-khamsah.
4. Ghayat al-Maqṣad fi Zawāid Ahmad.
5. Majma’ al-Bahrain fi Zawāid al-Mu’jamain al-Aṣghar wa al-Auṣaṭ Li al-Ṭabrāniy.
6. Baghiyyatu al-Bāhith ’an Zawāid Musnad al-Harith.
7. Zawāid Sunan al-DarQuṭniy
8. Tartib al-Thiqāt Li Ibn Ḣibbān
9. Taqrib al-Baghiyyah Fi Tartib Ahādith al-Hulyah.

Sebab Penulisan karya

Al-Haithamiy berkata ” Setelah aku mengumpulkan zawāid Musnad Imam Ahmad, Abi ya’la al-Mauṣiliy, dan Abu Bakr al-Bazzār, kemudiaan tiga Mu’jam al-Ṭabrāniy, Guruku berkata kepadaku ’kumpulkanlah karya-karya ini tanpa menyebutkan sanad-sanadnya agar terkumpul hadith-hadith setiap bab pada satu bab sahaja.’ Ketika itu akupun mengerjakan arahannya dan memohon kepada Allah pertolongan dan mendapat kemudahan dari-Nya.”

Metodologi penulisan

Ia berkata ”aku menamai karya ini seperti yang di berikan guruku (majma’ al-zawāid wa manba’ al-fawāid). Adapun hadith- hadith yang aku bincangkan kesahihan dan keḍaifannya, apabila hadith itu dari seorang sahabat kemudian kusebutkan matannya, maka aku cukup membincangkan satu hadith yang pertama sahaja. Kecuali jika hadith yang kedua lebih sahih. Apabila hadith tersebut di riwayatkan Imam Ahmad bin Hanbal maka akan aku teliti rijalnya, keculai ada sanad yang lebih sahih. Jika suatu hadith mempunyai satu sanad yang sahih, maka aku tidak lagi membincangkan hadith-hadith yang lain walaupun sanadnya lemah.

Adapun guru-guru kepada al-Ṭabrāniy, yang di dapati dalam kitab Lisan al-Mizān, aku jelaskan keḍaifannya. Kalau tidak ada dalam kitab tersebut maka aku masukkan ke kategori thiqah. Manakala sahabat tidak mesti di syaratkan untuk masuk dalam karya rijal yang sahih, bagitu juga guru-guru al-Ṭabrāniy yang tidak didapati dalam kitab al-Mizān.

Riwayat Musnad Ibn Hanbal

Pengambilan musnad Imam Hanbal ia dapati dari dua orang guru iaitu, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Anṣāriy al-Khazrajiy al-’Abbādiy dan Abu al-Hasan Ali bin Ahmad bin Muhammad al-’Arḍiy dengan cara mendengar dari Hasan berguru kepada Zainab binti Makkiy. Demikianlah sanad ini hingga kepada anak Imam Ahmad bin Hanbal kemudian sampai kepadanya.

Riwayat Musnad Abi Layla

Musnad Abi Layla ia dapati dari Syeikh Zainuddin Muhammad bin Muhammad bin Ibrahim al-Balbisiy dengan cara mendengar pada semua kitab kecuali juzu dua dan tiga.


Riwayat Musnad al-Bazzār

Adapun Musnad Bazzār ia perolehi dari Qādi al-Muslimin Abu ‘Umar Abdul Aziz bin Qādi al-Muslimin Badruddin Muhammad bin Ibrahim bin Jamā’ah.

Riwayat Al-Mu’jam al-Ṣaghir

Periwayatan Mu’jam al-ṣaghir karangan al-Tabrāniy dia dapati dari dua orang guru iaitu, Abu al-Haram Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Qalānisiy dan Al-Muhaddith Naṣiruddin abu Abdillah Muhammad bin Abi al-Qāsim al-Fāriqiy dengan cara membkeduacakan kepada keduanya.

Riwayat Al-Mu’jam al-Ausaṭ

Periwayatan ini dari Abu Ṭalhah Muhammad bin Ali bin Yusuf al-Harāwiy dengan cara membacakan kepadanya. Dia juga mendengar dari bab ”Nun” sampai kepada akhirnya.

Riwayat Al-Mu’jam al-Kabir

Mu’jam yang terakhir ini diriwayatkan al-Syaikh Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Abdul Aziz al-Ayyūbiy dengan cara membaca. Dia juga mendengar dari awal Juz tiga puluh tujuh.

Setelah melihat dan mengkaji ”sekelumit” tentang perjalanan hidup dan karya-karya Imam al-Haithamiy, kita boleh mengetahui betapa besarnya sumbangan beliau berkhidmat kepada ilmu hadith. Ia menjalani hidupnya dengan menimba ilmu sejak kecil. Sabar dan penuh ketekunan dalam mencapai sesuatu yang berharga. Sehingga karya-karya yang dihasilkan dapat dirasai manfaatnya bagi orang yang melakukan penelaahan dan penelitian dalam ilmu hadith. Semoga Allah menerima amalan ini disisi-Nya dan menjadikannya kedalam timbangan kebajikannya kelak. Amiin..
Imam Ibn al-Salah dan karyanya 'Ulum al-Hadith
Oleh: Imam Shahira

Nama penuh beliau ialah imam al-Hafiz Syeikh al-Islam Taqi al-Din Abu Amr 'Uthman bin Salah al-Din Abu al-Qasim Abd al-Rahman bin 'Uthman bin Musa bin Abu Nasr al-Nasari al-Kurdi al-Syaruzuri al-Shafi'i. Dikenali sebagai Ibnu al-Salah kepada bapanya yang digelar Salah al-Din.

Dilahirkan pada tahun 577 Hijrah di Syarakhan, sebuah kampong kecil yang termasuk dalam perkampungan shahrazur yang terletak meluas antara Irbil dan Hamadan di utara Iraq. Beliau dinisbahkan kepada perkampungan tersebut dan dipanggil Syarakhani, sebagaimana beliau disebut sebagai Syahrazuri.

Seperti tradisi sebelumnya, anak-anak di zaman tersebut memulakan pendidikannya dengan pengajian al-Quran dan menghafaznya. Imam Ibn al-Salah menghafaz al-Qur'an di negeri kelahirannya. Beliau mendapat didikan langsung dari ayahnya, al-Salah Abd al-Rahman, seorang ulama terkenal dalam mazhab al-Syafi'I mengikut aliran 'Iraq dan Khurasan.

Ibn al-Salah mendapat pendedahan awal dalam ilmu dari bapanya sendiri setelah melihat kebolehan dan bakat anaknya. Dikatakan beliau pernah membaca kitab al-Muhazzab dari bapanya. Beliau juga tidak mengabaikan kepelbagaian sumber ilmunya. Dengan itu beliau ikut berguru dengan ulama-ulama setempat rata-ratanya berketurunan Kurdi.


Rehlah Ilmiah

Menjadi tradisi ulama silam, termasuk Ibn al-Salah merantau bagi menimba ilmu dari ilmuan terkenal di serata pelusuk dunia Islam ketika itu. Beliau tidak berpada dengan ulama-ulama setempat sahaja. Faktor inilah yang mendorong beliau merantau di pelbagai tempat dan ceruk rantau untuk mendengar hadith Rasulullah S.A.W dengan dorongan ayahnya beliau telah menjadikan Mausul sebagai destinasinya yang pertama.

Semasa di Mausul, beliau telah berguru dengan beberapa ulama ternama di sana, diantaranya Abu Ja'far 'Ubayd Allah bin Ahmad al-Warraq. Beliau merupakan guru beliau yang pertama selepas ayahnya, beliau mempelajari dari al-Warraq kitab al-Muhazzab karya Abu Ishaq Ibrahim bin Ali al-Syirazi ( m. 476H ). Karya ini merupakan ringkasan Fiqh mazhab al-Syafi'i. Beliau mempelajari karya ini dengan guru tersebut berkali-kali.

Semasa di Mausul, beliau turut berguru dengan :

1. Nasr Allah bin Salamah bin Salim (m. 598 H )
2. 'Abd al-Muhsin Abu al-Qasim bin 'Abdullah bin Ahmad bin Abd al-Qahir al-Tusi
3. Musa bin Muhammad bin Yunus bin Muhammad al-Mausili ( m. 639 H )
4. Abu Hamid Muhammad bin Yunus al-Arbili ( m. 608H ) merupakan seorang imam di zamannya, pengarang al-Muhit, kitab yang menggabungkan antara al-Muhazzab oleh al-Syirazi dan al-Wasit oleh Abu Hamid al-Ghazali. Ibn al-Salah telah menjadi pembantu kepada tokoh ini yang merupakan guru di Madrasah al-Nizamiyyah.

Beliau juga merantau ke Khurasan, Naysabur, Marwa, dan Qazwayn bagi membolehkan beliau menimba ilmu dari tokoh-tokoh dan ulama di sana. Pengembaraan ini berlaku sebelum serangan Tartar pada tahun 616H. Di antara tokoh yang menjadi guru beliau ketika di Naysabur, Marwa dan Qazwayn :

1. Umar bin Hassan bin 'Ali al-Busti (m.633H)
2. Abu Hassan bin Muhammad bin 'Ali al-Naysaburi (617H)
3. Mansur bin 'Abd al-Mun'im bin 'Abd Allah bin Muhammad bin al-Fadl al-Farawi (m. 608H)
4. al-Muayyid al-Tusi Abu al-Qasim 'Abd al-Rahman bin al-Husyain al-Sya'ri
5. al-Qasim bin Abu Sa'd 'Abd Allah bin Abu Hafs Umar bin Ahmad bin Mansur al-Syafi'i.

Di sinilah beliau mendengar Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan al-Kubra dan Madkhal Ila sunan al-Kubra dari sesetengah dari tokoh-tokoh tersebut. Semasa di Marwa pula beliau berguru dengan 'Abd al-Rahim bin Abi Sa'd 'Abd al-Karim al-Sam'ani (m. 617H).

Beliau juga merantau ke Hamadan. Di sini beliau berguru dengan Abu al-Fadl 'Abd al-Rahman bin Abd al-Wahhab bin Saleh al-Hamadani (m.609H).

Semasa di Baghdad, beliau telah mengunjungi tokoh ulama setempat, antaranya :
1. Abu Ahmad 'Abd al-Wahhab bin Abu Mansur 'Ali bin 'Abd Allah al-Baghdadi (m. 607H)
2. Abu Hafs Umar bin Muhammad bin Ma'mar al-Darqani al-Baghdadi (m.607H)

Imam Ibn al-Salah juga merantau ke Syam, destinasi terakhir rehlah beliau. Semasa di sini beliau sempat berguru dan menimba ilmu dari ulama-ulama yang terkenal. Ketika itu juga berlakunya perang Tartar ke atas Negara Islam. Mereka bergerak pada 616H, menguasai Khawarizim, Bukhara, menawan Khurasan hingga ke sempadan Iraq, kemudian ke Quzwayn dan Azarbayjan, diikuti pula ke Irbil, Marwa pada 617H. Menurut al-Dhahabi, dunia berada di tangan mereka pada tahun 618H.

Ringkasnya dari rehlah ilmiah yang berulang kali ini, Ibn al-Salah telah berguru dengan ramai ulama terbilang dalam pelbagai bidang ilmu, Hadith, Tafsir, Fiqh, sejarah dan Bahasa. Inilah yang membolehkan beliau menguasai bidang-bidang keilmuan tersebut.

Pujian ulama-ulama terhadapnya

Berkata Ibn Khalakan anak murid beliau : " beliau di kalangan mereka yang hebat dalam ilmu Tafsir, Hadith, dan Fiqh di zamannya "

Berkata Imam Abu Hafs bin al-Hajib : "Imam yang wara', aqal yang kuat dan mempunyai ilmu yang meluas di dalam bidang usul dan Furu' "

Berkata al-Sakhawi didalam kitabnya Fathul Mughis : "mempunyai ilmu agama yang mendalam, yang lebih mengetahui mengenai mazhab-mazhab, kemahiran yang tinggi dalam ilmu Lughah dan….."

Sahabat-sahabat dan murid-murid Ibn al-Salah

1. Abu Marwan al-Baji Muhammad bin Ahmad bin 'Abd al-Malik al-Isybili (m. 635H)
2. Ishaq bin Ahmad bin Othman al-Maari (m. 650H)
3. Salar bin Umar bin Sai'd al-Irbili al-Dimisyqi (m. 670H)
4. Abu Syamah al-Maqdisi (m.665H)
5. Abu al-Fath 'Umar bin al-Husayn al-Hamawi Ibn Ruzayn (m. 680H)
Dan sebagainya.

Kewafatannya

Beliau kembali ke rahmatullah pada pagi hari rabu 25hb Rabi' al-Thani tahun 643H di Damsyik dan jenazahnya disemadikan di perkuburan al-Sufiyyah di luar Bab al-Nasr setelah jenazahnya disembahyangkan di Masjid Jami' Damsyik.

Karya-karya beliau

Beliau telah meninggalkan pada kita pelbagai karya-karya dalam pelbagai bidang antaranya :

1. Tabaqat al-Fuqaha al-Syafi'iyyah
2. al-Amali
3. Fawaid al-Rehlah : kitab yang merangkumi semua perkara yang berkaitan dengan rehlahnya ke Khurasan.
4. Adab al-Mufti wa al-Mustafti
5. Silah al-Nasik fi Sifat al-Manasik : dihimpunkannya semua masalah-masalah yang berguna yang diperlukan oleh orang ramai dalam urusan Manasik haji.
6. Syarh al-Wasit di Fiqh al-Syafi'I : bermula padanya ijtihad yang mendalam
7. al-Fatawa : dihimpunkan dari pelbagai sahabat-sahabatnya, padanya terdapat banyak ijtihad-ijtihad.
8. Syarh Sahih Muslim
9. al-Mu'talaf wa al-Mukhtalaf fi Asma' al-Rijal
10. 'Ulum al-Hadith : kitab yang terbaik, dan merupakan permulaan yang terbaik dalam penyusunan ilmu Hadith.

Metodologi penulisan Ibn al-Salah

Imam Ibnu Amru telah mendapati buku yang banyak telah ditinggalkan oleh ulama terdahulu, dalam bidang ulum al-Hadith. Tetapi beliau tidak menyempurnakan buku-buku tersebut.

Maka terdapat satu golongan, dan kebanyakan ulama mengikut cara ini dalam penulisan mereka. Iaitu mereka menghimpunkan sanad dan aqwal ulama-ulama Hadith dalam setiap masalah yang terdapat dalam buku mereka dan mereka meletakkan tajuk yang menunjukkan kepada pembaca tentang kandungan masalah atau bahagian seperti cara al- Khatib al-Baghdadi.

Dan golongan yang kedua, mereka merujuk kepada penyusunan kaedah-kaedah ilmu Hadith. Tetapi terdapat kekurangan dalam penyusunan ungkapan dan ta'rif, seperti dalam buku " Ma'rifatu 'Ulum al-Hadith " karangan imam Hakim al-Naisaburi.]

Maka Ibn al-Salah telah mengkaji penulisan-penulisan tersebut dan beliau telah mengeluarkan dan mengimbangnya seterusnya menyusun ilmu-ilmu dan ta'rif-ta'rif tersebut dengan baik.

Maka lahirlah bukunya yang lengkap dalam bidang ilmu Hadith dan beliau menghimpunkan apa yang terpisah ( menghimpunkan kandungan buku-buku yang lain dan meletakkannya di dalam satu buku ), dan membukukan penulisan-penulisan yang terdahulu yang ditulis oleh ulama-ulama 'Ulum al-Hadith.

Ciri-ciri buku Ibn al-Salah

1. Beliau amat meneliti dalam mengeluarkan kaedah-kaedah pengeluaran nas berdasarkan mazhab ulama dan pandangan yang diriwayatkan oleh imam-imam Hadith dalam masalah-masalah 'Ulum al-Hadith. Di samping itu beliau juga hanya mengambil berita-berita yang bersesuaian sahaja.
2. Beliau menyusun ta'rif yang telah disebutkan tetapi secara tak jelas.
3. Beliau juga menyusun ungkapan-ungkapan ulama terdahulu dan beliau menekankan pada tempat yang berlaku tentangan pendapat.
4. Mewujudkan satu dasar ( satu cara ) untuk menyusun pelbagai ilmu Hadith serta undang-undangnya dan perbuatan beliau ini merupakan perbuatan yang amat penting kerana buku-buku yang terdahulu kecuali buku " Ma'rifatul 'Ulum al-Hadith " karangan al-Hakim al-Naisaburi, telah menyusun ilmu tersebut. Walaupun buku-buku terdahulu telah merangkumi ilmu dan pengetahuan yang mendalam, ini menunjukkan usaha yang besar yang dilakukan oleh Imam Ibn al-Salah dalam menyusun karyanya dalam ilmu ini. Di samping itu, ia merangkumi penelitian dan kajian beliau dalam Usul ilmu Hadith dan masalah-masalahnya.
5. Beliau menyusuli pandangan ulama-ulama dengan pandangannya dan ijtihadnya. Dan kebiasaaannya beliau menyebut dengan perkataan " Qultu " saya berkata.. oleh itu pembaca akan merasa bahawa orang yang mengarang buku ini telah mengkajinya dengan baik. Sehingga menjadikannya berjaya mendahului penulisan orang yang sebelumnya. Dimana pembaca akan mendapati pada setiap halaman terdapat pandangan beliau ( Ibn al-Salah ) dan diperhatikan juga sikap rendah diri dan sifat berhati-hati dalam penulisannya. Maka beliau telah mengakhiri setiap perenggan dengan perkataan " Allah Maha Mengetahui ".. Wallahu A'lam

Penamaan buku

Buku ini telah dikenali di kalangan ahli ilmu dengan nama Muqaddimah Ibn al-Salah dan telah disabitkan nama ini di beberapa penulisan dan beberapa cetakannya. Namun nama ini bukanlah nama sebenar yang diberi oleh pengarang.

Oleh kerana buku ini merupakan buku yang paling baik untuk mencapai pengetahuan tentang Hadith Nabawi, dan kami dapati nama buku ini di dalam cetakan Imam Hafiz al-Rahim al-Iraqi " Anwa' 'Ulum al-Hadith " dengan tulisan yang kecil. Dan dalam cetakan anaknya al-Hafiz Ahmad al-Iraqi " Ma'rifat 'Ulum al-Hadis ". dan kami mendapati buku ini jelas dengan nama " 'Ulum al-Hadith "

Manakala dalam cetakan Turki tidak disebutkan nama buku ini pada halaman yang pertama, tapi kami mendapati ia tertulis di cetakan yang dicetak di India dengan nama " Ma'rifat Anwa' 'Ilm al-Hadith "

Disamping itu terdapat banyak tulisan yang menunjukkan bahawa buku ini dinamakan dengan " Ma'rifat Anwa' 'Ilm al-Hadith " seperti mana dalam cetakan awal pada halaman kedua yang terakhir. Ia diakui oleh Imam Abi Ishaq al-Farazi.

Dan kesimpulannya : kami mengakui bahawa nama buku ini ialah " Ma'rifat Anwa' 'Ilm al-Hadith ".

Karya Selepasnya

1. al-Irsyad oleh Nawawi
2. al-Qarir wa al-Taisir
3. Ta'liq 'Ala Ibn al-Salah oleh al-Dumyati
4. al-Nukat oleh al-Zarkasyi
5. al-Fiah fi 'Ulum al-Hadis

Bahan Rujukan

Ibn al-Salah, 'Ulum al-Hadis ( 1423H-2002M), Terbitan Dar al-Fikr al-Mu'asir Beirut
Lubnan.
Artikel dan Majalah al-Bayan Edisi ke 2
GHARIB AL-HADITH
Oleh: Abdul Haris
IGB 080005


MUKADDIMAH

Ketika bekecimpung dalam ilmu hadith, mesti terlebih dahulu memahami kata-kata yang dikandungi dalam hadith tersebut. Ilmu ini sangat kuat hubungannya dengan ilmu bahasa arab. Jika diterjemahkan ke dalam bahsa melayu, kata gharib mempunyai makna “benda yang asing” atau “yang tidak biasa”. Dalam perbahasan ini, Gharib al-Hadith merupakan salah satu cabang ilmu hadith yang mempelajari kata-kata yang sukar difahami maknanya dalam matan hadith. Ilmu ini sangat diperlukan bagi mendalami ilmu hadith. Terutamanya dalam meriwayatkan hadith. Bagaimana seseorang boleh menyampaikan hadith itu kalau ia sendiri tidak boleh memahaminya?

Pada masa permulaan islam, para sahabat tidak begitu merasakan adanya sesuatu yang asing dalam perkataan (hadith) Rasulullah SAW. Kerana pada masa itu, bangsa arab berada pada punca kemajuan dalam bahasa mereka. Bahkan di setiap tahunnya diadakan kejohanan menulis syi’r dari setiap kabilah arab. Seandainya didapati kata-kata yang sukar, mereka boleh bertanya langsung kepada Rasulullah SAW.

Namun tidak demikian dengan umat sesudah mereka bahkan setelah masuknya bangsa selain arab ke agama islam. Percampuran “ajam” dengan bangsa arab menjadi salah satu penyebab utama banyaknya didapati kata-kata yang asing dalam hadith tersebut. Wajar bila orang “ajam” lebih banyak menemui kata-kata gharib dalam hadith jika dibandingkan dengan orang Arab. Biasanya, orang ajam yang bercampur dengan tempatan hanya akan mempelajari bahasa yang menjadi keperluan sehari-hari. Begitulah dari masa ke semasa sehingga dirasakan betapa pentingnya memahami lafaz-lafaz yang asing ini. Oleh itu, banyak dikalangan ulama yang menulis dan menjelaskan makna dari kata-kata yang asing, bahkan menjelaskan semua isi kandungan hadith. Ulama hadith dan bahasa arab mulai menyumbang karya dalam berkhidmat kepada ilmu ini pada akhir abad ke dua dan awal abad ke tiga Hijrah.


KARYA-KARYA YANG DIHASILKAN DALAM BIDANG INI

Pertama sekali menulis bidang ini adalah Abu ‘Ubaidah Ma’mar bin al-Muthannā al-Tamimiy dan Abu Adnan al-Sulamiy Abdurrahman bin Abdul A’la. Kemudian datang setelahnya Nadhr bin Syumail, Muhammad bin al-Mustanir Quṭrub, Abu ‘Amru al-Syaibāniy, Ishak bin Mirar, Abu Zaid al-Anṣāriy Sa’id bin Aus, Abdul malik bin Qarib al-Aṣma’iy, Hasan bin Mahbub al-Sarrād dan lain-lain. Namun keberadaan karya-karya ini tidak banyak memberikan sumbangan yang memadai. Sehingga munculllah buku Gharib al-Hadith karangan Abu Ubaid al-Qāsim bin Sallām

Karya Abu Ubaid ini merupakan karya yang utama dalam bidang ini pada masanya. Ia menghabiskan umurnya dalam meneliti dalam masa empat puluh tahun seperti yang dikatakannya. Ini tidak berlebihan. Kerana ia memerlukan penelitian hadith Rasulullah SAW., Athār sahabat dan tabi’in yang sangat banyak dan terpisah-pisah. Menjelaskan sanad dan para perawinya. Kitab ini menjadi satu-satunya karya gharib al-hadith yang menjadi rujukan utama sehingga datang masa Abu Muhammad Abdullah bin Muslim bin Qutaibah al-Dainūriy dan menulis karya tersohor iaitu kitab Fi Gharib al-Hadith wa al-Athār. Metode penulisan kitab ini masih seperti karya Abu ’Ubaid, akan tetapi penulisnya tidak lagi mencantumkan mana-mana kalimat yang sudah ada pada karya Abu ’Ubaid. Kalaupun ada, akan diberi penjelasan yang lebih luas, sanggahan atau komentar. Sebab itulah karya ini seiras dengan karya Abu ’Ubaid, hanya saja ia lebih besar.

Pada masa ini, Imam Ibrahim bin Ishak al-Harbiy juga menulis kitab yang diberi nama Fi Gharib al-Hadith. Kitab ini mempunyai perbahasan yang sangat luas. Dijelaskan sanad-sanad dan matan hadith dengan lengkap walaupun di dalamnya hanya ada satu kalimat gharib sahaja. Oleh itu, karya ini sangat besar dan berjilid-jilid. Namun sangat disayangkan karena perbahasan yang sangat luas, karya ini banyak ditinggalkan orang.

Masih banyak lagi ulama yang menulis bidang ini diantaranya, Syamir bin Hamdawaih, Abu al-’Abbās Muhammad bin Yazid al-Thumāliy yang dikenali dengan al-Mubarrad, Abu Bakr Muhammad bin Al-Qāsim al-Anbāriy, Ahmad bin Hasan al-Kindiy, Abu Umar Muhammad bin Abdul Wahid al-Zahid (kawan Tha’lab) dan masih banyak lagi dari kalangan ulama bahasa, Nahwu, Fikh dan Hadith. Kemudian pada tahun 360 H. Imam Abu Sulaiman al-Khattābiy al-Bustiy mengarang kitabnya Fi Gharib al-Hadith dengan mengikut metode Abu ’Ubaid dan Ibn Qutaibah.

Menurut Ibn al-Athir yang menjadi rujukan utama penulis, tiga karya ini (Abu ’Ubaid, Ibn Qutaibah dan al-Khāttabiy), merupakan induk karya dari semua karya-karya yang sudah ada. Namun kelemahan yang ditemui, belum ada didapati susunan yang ”praktis” untuk dijadikan rujukan melainkan karya al-Harbiy. Seorang peneliti akan mengalami kesukaran bagi menemukan hadith yang mengandungi kalimat gharib tersebut. Sehingga dalam pencarian satu hadith, peneliti harus membuka semua buku. Problema ini terus berlanjutan sehingga Imam Abu ’Ubaid Ahmad bin Muhammad al-Harawiy mengarang kitab al-Sāir fi al-jam’ bain Gharibay al-quran wa al-Hadith. Karya ini ditulis dengan susunan yang praktis dan berbeza dari karya-karya sebelumnya. Sebab kemudahan inilah karya ini banyak tersebar di kalangan ulama dan menjadi rujukan utama. Pada akhir huraiannya mengenai Al-Harawiy ia berkata ”kitab al-Harawiy mudah dan praktis”

Setelah imam al-Harawi, al-Zamakhsyariy juga menyumbang karya yang diberi nama al-Fāiq Fi Gharib al-Hadith. Setelahnya, Imam Abi Musa al-Aṣfahāni menulis al-Mughith Fi Gharib al-Quran wa al-Hadith. Dalam kerya in disenaraikan apa-apa yang ditinggalkan oleh al-Harawiy sehingga menghasilkan karya yang sebanding denga karya al-Harawiy. Kemudian pada zaman yang sama Abu al-Farj al-jauziy juga menulis karya dibidang ini. Menurut Ibn Athir, karya Ibn Jauziy ini adalah ringkasan dari karya al-Harawiy.


KITAB AL-NIHᾹYAH DIANTARA KARYA-KARYA GHARIB AL-HADITH

Diatas telah banyak dibincangkan mengenai karya-karya gharib al-hadith. Sebenarnya masih banyak lagi karya-karya yang belum penulis senaraikan disini. Pada tajuk ini akan diperkenalkan seorang penulis dan karyanya yang dianggap monumental dan paling baik diantara karya-karya lain.

A. Nama dan Lahir dan Wafatnya

Dia adalah al-Mubārak bin Muhammad bin Muhammad bin Abdul Karim bin Abdul Wahid al-Syaibāniy al-Jazariy al-Muṣiliy al-Syafi’iy, Abu al-Sa’ādāt Majd al-Din dikenal dengan nama Ibn al-Athir. Lahir tahun 544 H., besar di Jazirah belajar disana kemudian pindah ke Mauṣil. Ia wafat pada hari Khamis akhir bulan Dzulhijjah tahun 606H.

B. Guru dan Muridnya

Gurunya dalam ilmu Nahwu dan Bahasa Arab adalah Naṣih al-din Abu Muhammad Sa’id bin al-Mubārak bin ’Ali bin la-Duhān al-Baghdādiy dan Abu al-Haram Makkiy bin Rayyān bin Syabbah bin Ṣalih.

Dia juga belajar Nahu dan Hadith kepada Abu Bakr Yahya bin Sa’dūn al-Qurtubiy. Di Mauṣil dia juga belajar kepada banyak ulama diantaranya, Abu al-Faḍl Abdullah bin Ahmad al-Ṭūsiy. Di Baghdād dia berguru kepada Abu al-Qāsim sahabat Ibn al-Khal dan masih banyak lagi.

Diantara muridnya adalah anaknya sendiri, Syihab al-Ṭusiy Abu al-Fath Muhammad bin Mahmud dan masih banyak lagi.

C. Karya-karyanya

1. Al-Nihāyah fi Gharib al-Hadith Wa al-Athār.
2. Jami’ al-Uṣūl Fi Ahādith al-Rasūl.
3. Al-Syafi Syarh Musnad al-Imam al-Syafi’i.
4. Al-Mukhtār Fi Manāqib al-Akhbār.
5. Al-Badi’ Fi al-Nahwi.
6. Al-Bāhir Fi al-Furūq, dan lain-lain.

D. Kitab Al-Nihayah

Karya ini ditulis oleh Ibn al-Athir dengan menggabungkan dua karya besar iaitu al-Sāir fi al-jam’ bain Gharibay al-quran wa al-Hadith karya al-Harawiy dan al-Mughith Fi Gharib al-Quran wa al-Hadith karya Abi Musa al-Aṣfahāniy. Jika kita membuka kitab ini akan di temui tanda huruf ha’ (ﻫ) sebagai alamat bahwa kalimat itu diambil dari karya al-Harawi, sedangkan tanda (ﺱ) adalah alamat kata yang di nukil dari karya Abu Musa al-Asfahāniy.

Seperti namanya, kitab ini memang boleh dikatakan punca kepada ilmu Gharib al-Hadith. Sebab sesudahnya belum ada karya yang boleh menandingi karya ini. Sebab itulah karya ini banyak diteliti kembali oleh ulama-ulama sesudahnya. Diantara mereka ada yang meringkas, mensyarah, dan ada pula yang menjadikannya bait syi’r. Seikh Ali bin Hisyam al-Din al-Hindiy dan Isa bin Muhammad al-Ṣafawiy meringgkas karya ini hingga menjadi separuh dari karya aslinya. Jalāluddin al-Suyūtiy juga meringkas dengan nama al-Durr al-Nathir, Talkhis Ibn al-Athir di tambah perbahasan sederhana. Diantara ulama yang mensyarah kitab ini ialah Seikh Ṣafiyuddin Mahmud al-Armawiy. Manakala yang menjadikannya Nadhm Syi’r adalah Imāduddin Abu al-Fida’ Ismail bin Muhammad al-Hanbaliy dan diberi nama al-Kifāyah Fi Nadhm al-Nihāyah.

BIBLIOGRAFI

Al-Khatib, Ijaj , Usul al-Hadith, Cet: 2001 Dar al-Fikr, Lebanon hal. 181
‘Alwasy, Abdussalam bin Muhammad, Al-Jami’ fi Gharib al-Hadith, Cet: 1 Thn.,2001 Maktabah al-Rusyd Riyāḍ.
Ibn al-Athir, al-Nihāyah Fi Gharib al-hadith wa al-Athār, Cet: 2, Thn. 2002, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, Lebanon.
Zawain, Ali,Mu’jam Muṣṭalahāt tauthiq al-Hadith, Cet :1,Thn.1986
ABU DAWUD AL-SAJASTANIY
(Huraian singkat mengenai Pengarang dan Karyanya)
Oleh: Abdul Haris
IGB 080005

MUKADDIMAH

“Sesiapa yang inginkan dunia wajiblah ke atasnya menuntut ilmu, dan juga sesiapa yang inginkan akhirat wajiblah ke atasnya menuntut ilmu, dan juga sesiapa yang inginkan kedua-dua (dunia dan akhirat) wajiblah ke atasnya menuntut ilmu.”
(al-Hadith)

Mungkin hadith ini merupakan salah satu penyokong utama mengapa sejak dahulu lagi orang-orang suka mengembara mencari ilmu. Seorang yang mencintai ilmu, tidak akan pernah puas dengan pencapaian yang didapatinya. Mereka tidak ambil kira dengan kehidupan dunia yang melenakan. Ditinggalkan sanak saudara, kampung halaman dan harta benda. Terus menjelajah dunia demi menghasillkan karya berguna bagi umat manusia. Mereka terus mengembara demi mencapai ilmu yang dapat membawa kebahagian dunia dan akhirat. Begitulah para ulama umat ini mengorbankan tenaga, harta dan pikirannya untuk berkhidmat kepada Islam. Dengan cara beginilah ulama-ulama seperti Imam Bukhari, Imam Musilim, Imam Syafi’i Imam al-Rozy, Imam Ibn Hajar dan masih banyak lagi nama-nama yang tidak mungkin disebutkan disini. Diantara Imam ternama yang banyak mengembara dalam menuntut ilmu kemudian mempersembahkan hasil petulangannya ialah Imam Abu Daud al-Sajistaniy.

Mengenal Sang Imam (Nama, Kelahiran dan Wafatnya)

Dia adalah Sulaiman bin Asy’ath bin Syaddad bin Amru bin Amir. Ini menurut Abdurrahman Ibn Abu Hatim. Menurut Muhammad bin Abdul Aziz al-Hasyimiy, namanya ialah Sulaiman bin Asy’ath bin Bisyr bin Syaddad. Sedangkan menurut Ibn Dasah, dan Abu Ubaid al-Ajurriy ialah Sulaiman bin Asy’ath bin Ishak bin Bisyr bin Syaddad. Demikian pula yang dicatat oleh Abu Bakr al-Khatib dalam kitabnya al-Tarikh dan ia menambahkan Ibn Amru bin Imran. Imam, Syaikh sunnah, penghulu para hafiz al-Azdiy al-Sajastaniy

Imam Abu Daud lahir tahun 202 H. menurut riwayat yang paling masyhur. Ia barulang kali masuk kota Baghadad dan terakhir ia pergi ke kota ini pada tahun 272 H. menyambut panggilan Amir Bashrah ketika itu agar ia menetap disana bagi menjadikan kota ini sebagai pusat ilmu hadith. Ia pun menetap disana sampai wafat pada 16 Syawal tahun 275 H. lalu kemudian dimakamkan di samping kuburan Sufyan al-Tsauriy. Riwayat lain ada yang mengatakan bahawa ia lahir tahun 200 H.
Sajastan yang menjadi asal beliau ini adalah salah satu negeri bersempadan dengan negeri India. Ada juga yang mengatakan bahawa ia terletak di antara “khurasan” dan “Kuraman” dan bukannya salah satu kampong dari kampung-kampung Al-Basrah sepertimana didakwakan oleh Ibni Khalkan dalam kitabnya “Al-Wafiat.”

Perjalanan Menuntut Ilmu

Abu Dawud RA dari kecil lagi amat berminat dengan ilmu pengetahuan, ia juga amat gemar duduk bersama para ulama serta berbincang dengan Ahli ilmu. Ia amat suka dan inginkan menjelajah, tidak terhenti-henti. Berpindah-pindah dari tempat ke tempat yang lain bagi mencari ilmu. Ia selalu berhijrah dari negeri ke negeri bagi menambahkan ilmu pengetahuan atau mempastikan sesuatu hakikat. Ia sudah menjelajah ke seluruh negeri dan mendengar dari ramai orang-orang di Al-Hijaz, Syam, Mesir, Iraq, AlJazirah, Al-Thaghar, Khurasan dan lain-lain. Hal sedemikian telah menolongnya mengetahui bilangan yang amat banyak dari hadith-hadith serta mengkaji dan menghalusinya, kemudia memasukkan patinya (isinya) dalam kitabnya “Al-Sunan.”

Guru-gurunya

Di Makkah ia berguru kepada Imam Qa’nabi dan Sulaiman bin Harb. Di Bashrah ia berguru kepada Muslim bin Ibrahim, Abdullah bin Raja’, Abu al-Walid al-Thayalisiy, Musa bin Ismail, dan ulama-ulama semasa mereka disana. Dia juga mendengar dari ulama-ulama Kufah seperti, al-Hasan bin al-Rabi’ al-Buraniy, Ahmad bin Yunus al-Yarbu’iy dan lain-lain. Ia juga berguru kepada Abi Taubah Abi al-Rabi’ bin Nafi’ di Halab. Di Harran pula ia bertemu dengan Abu Ja’far al-Nufailiy, Ahmad bin Abu Syu’aib, dan banyak lagi. Haiwah bin Syuraih, Yazid bin Abdu Rabbih, dan beberapa ulama lain adalah gurunya di Hamas.

Nama-nama seperti Shafwan bin Shalih, Hisyam bin Ammar, adalah gurunya di Damaskus. Ishak bin Rawahan dan ulama semasanya merupakan gurunya di Khurasan. Ahmad bin Hambal dan sezamannya gurunya di Baghdad. Qutaibah bin Sa’id gurunya di Balakh, Ahmad bin Shalih dan banyak lagi merupakan gurunya di Mesir. Ibrahim bin Basysyar al-Ramadiy, Ibrahim bin Musa al-Farra’, Ali ibn al-Madiniy, Hakam bin Musa, Khalaf bin Hisyam, Sa’id bin Mansur, Sahl bin Bakkar, Syaz bin Fayyad, Abu Ma’mar Abdullah bin Amru al-Muq’ad, Abdurrahman ibn al-Mubarak al-Aisyiy, Abdussalam ibn Mutahhir, Abdul wahhab bin Najdah, Ali bin Ja’d, Amru bin ‘Aun, Amru bin Marzuq, Muhammad ibn al-Shabbah al-Dhulabiy, Muhammad ibn Minhal al-Dharir, Muhammad ibn Kathir al-‘Abdiy, Musaddad ibn Mursahad, Mu’az bin Asad, Yahya bin Ma’in dan masih banyak lagi.

Diantara Gurunya yang Istimewa

Ahmad bin Hambal dan Yahya bin Ma’in adalah gurunya yang istimewa dan banyak mendapat pujian darinya. Diantaranya yang diriwayatkan anaknya “aku mendengar ayahku berkata ‘aku banyak berguru kepada ulama hadith, tidak ada seorangpun yang lebih hafal dan banyak mengumpulkan hadith dari Yahya bin Ma’in. Manakala tidak ada yang lebih menguasai dan memahami hadith daripada Ahmad (maksudnya Ahmad bin Hanbal).

Murid-muridnya

Diantara murid-muridnya yang terkenal adalah Abu Isa dalam kitab sunannya, al-Nasai menurut sebagian riwayat, Ibrahim bin Hamdan al-‘Aquliy, Abu al-Thayyib Ahmad bin Ibrahim al-Asynaniy al-Baghdadiy (menetap di al-Rahbah), dia meriwayatkan Kitab Sunan daripadnya. Kemudian Abu Hamid Ahmad bin Ja’far al-Asy’ariy al-Ashbahaniy, Abu Bakr al-Najjad, Abu Amru Ahmad bin Ali bin Hasan al-Bashriy (meriwayatkan Kitab Sunan daripadanya), Ahmad bin Dawud bin Salim, Abu Sa’id bin al-A’rabiy, Abu Bakr Ahmad bin Muhammad al-Khallal al-Faqih.

Dia juga mempunyai murid seperti Ahmad bin Muahammad bin Yasin al-Harawiy, Ahmad bin Al-mu’alla al-Dimasyqiy, Ishak bin Musa al-Ramliy al-Warraq, Ismail bin Muhammad al-Shaffar, Harb bin Ismail al-Kurmaniy, al-Hasan bin Shahib al-Syasyiy, al-Hasan bin Abdullah al-Zari’, al-Husein bin Idris al-Harawiy, dan masih banyak lagi yang lain dan tidak mungkin disenaraikan disini.

Kisahnya dengan Amir al-Muaffaq (Gubernur Bashrah)

Imam al-Khattabiy meriwayatkan dari Abdullah bin Muhammad al-Miskiy berkata ”Abu Bakr bin Jabir (khadim Abi Daud berkata kepadaku) ‘aku bersama Abu Daud di Baghdad. Sesudah sembahyang maghrib, datang kepada kami Amir Abu Ahmad al-Muaffaq, iapun masuk dan disambut Abu Dawud. Ia lalu bertanya kepada Amir:

“Apa yang membawa anda datang ke mari pada saat seperti ini wahai Amir?
Amir menjawab: “Ada tiga perkara yang membawaku datang ke mari”
Ia bertanya: “Apa tiga perkara itu?”
Amir menjawab: Aku mahu kamu pindah ke Bashrah dan menjadikannya tempat tinggalmu agar orang-orang datang belajar kepadamu sehingga kota itu hidup kembali. Karena kota itu seakan mati setelah terjadinya malapetaka Zing dan orang-orang pun meninggalkannya.
Ia menjawab: “Ini yang pertama”
Amir berkata: “yang kedua aku mahu anda mengajari anak-anakku Kitab Sunan”
Ia menjawab: “Baiklah, lalu apa yang ketiga?”
Amir berkata: “Yang ketiga aku ingin engkau buat majlis khusus untuk anak-anakku, kerana anak-anak khalifah tidak layak duduk bersama orang-orang awam.”
Iapun Menjawab: “Kalau yang satu ini tidak dapat aku kabulkan karena dalam menuntut ilmu semua orang sama.”

Karya-karyanya

Diantara karya-karya yang pernah dihasilkan oleh Imam Abu Dawud adalah:
1. Kitab al-Sunan (kitab yang menempati urutan ketiga dalam kitab-kitab hadith yang enam). Dicetak berulang-ulang.
2. Al-Masail Allatiy Khalafa ‘Alaiha Imam Ahmad bin Hambal (dicetak).
3. Ijabatuhu ‘Ala Sualat al-Ajiriy (di cetak).
4. Risalah Fi Washfi Ta’lifihi Li Kitab al-Sunan (di cetak dengan tahqiq Muahammad Zahid al-Kautsariy Kaherah ).
5. Al-zuhd.
6. Tasmiyatu Ikhwah Al-ladzina ruwiya ‘Anhum –al-hadith.
7. Kitab Al-Marasil di cetak di Kairo dan Beirut.
8. Kitab Fi Al-Rijal (dalam bentuk makhtutah di Dhahiriyah).
9. Kitab Al-qadr
10. Kitab Al-Nasikh (Imam Al-Dzahabiy menulisnya dalam Siar A’lam al-Nuabala, Imam Ibn Hajar menulisnya dalam kitab al-Tahdzib).
11. Musnad Malik (Imam Ibn Hajar menulisnya dalam kitab al-Tahdzib).
12. Kitab Ashhabu al-Sya’biy.

Pengriwayatan Karya Sunan

Yang meriwayatkan kitab ini ada empat orang ulama:

1). Imam Abu Ali Muhammad bin Ahmad bin Amru al-Lu’lu’iy al-Baṣriy, pengriwayatan ini pada bulan Muharram tahun 205 H. Ini merupakan yang terakhir di salin Abu Dawud dari kitabnya.
2). Imam Abu Bakr Muhammad bin Bakr bin Muhammad bin Abdurraziq bin Dasah al-Baṣriy. Riwayat ini seiras dengan karya al-Lu’lu’iy, hanya saja didapati perbedaan yang diawalkan dan diakhirkan, tanpa adanya pengurangan dan penambahan.
3). Imam Abu ’Isa Ishak bin Musa bin Sa’id al-Ramliy Warrāq Abi Daud. Riwayat ini seiras dengan bin Dasah.
4). Imam Abu Sa’id Ahmad bin Muhammad bin Ziyad bin Bisyr yang dikenali dengan Ibn al-A’rābiy. Pengriwayatan ini banyak berkurang dari yang lainnya diantaranya kitab, al-Fitan, al-Malāhim, al-Huruf, al-Khātim, sesetengah dari kitab al-Libās, sebahagian dari kitab al-Wuḍu’ dan ṣalat.

Kitab-kitab yang ditulis dalam meneliti, mensyarah dan mengomentari kitab Sunan Abu Dawud.

Al-Ainiy salah seorang pensyarah kitab Sunan Abu Daud yang menjadi rujukan penulis saat ini mencatat ada enam belas karya yang telah ditulis. Dibawah ini akan disenaraikan sebahagiannya. Diantaranya ialah:

1. Ma’alim al-Sunan karangan Abu Sulaiman Hamd bin Muhammad bin Ibrahim al-Khattabiy (wafat tahun 388 H).
2. Al-‘Iddu al-Maudud fi Hawasyi Abi Dawud karangan Abdul Adhim al-Munziriy (wafat tahun 656 H).
3. Syarh al-‘Ainiy karangan Mahmud bin Muhammad al-‘Ainiy (wafat tahdun 855 H).
4. Fathu al-Wadud ‘Ala Sunan Abi Dawud karangan Abu al-Hasan al-Sanadiy (wafat tahun 1138 H).
5. ‘Aun al-Ma’bud karangan Muhammad Asyraf Amir ‘Adhim Abadiy dan Muhammad Syamsul Haq Adhim Abadiy (di cetak di India tanpa tahun).
Metodologi Penulisan Kitab al-Sunan

Abu Bakr Muhammad bin Abdul Aziz berkata ”aku mendengar Abu Daud berkata dalam suratnya kepada Penduduk Makkah ’ empat ribu delapan ratus hadith dalam karya ini berkenaan dengan Ahkam (hukum-hukum). Masih banyak lagi hadith yang berkenaan dengan Zuhud, Faḍāil dan lain-lain tidak aku masukkan dalamnya. Abu Bakar ibn Dasah pula berkata ”aku mendengar Abu Daud berkata ’aku telah menulis sebanyak lima ribu hadith, lalu aku pilih empat ribu delapan ratus hadith. Aku cantumkan yang sahih,seiras dan yang mendekati. Apabila di dapati kecacatan maka aku jelaskan kecacatannya. Manakala yang tidak dikomentari maka ia masuk kategori shalih. Sebagain hadith lebih sahih dari yang lain.

Karya ini merangkumi tiga puluh lima kitab (pembahagian perbahasan). Ada tiga diantaranya yang belum di kelompokkan kepada bab-babnya. Pembagian bab yang sudah ada seribu delapan ratus tujuh puluh satu bab. Adapun jumlah hadith didalamnya adalah lima ribu dua ratus tujuh puluh empat hadith. Diawali dengan kitab al-Ṭaharah yang terdiri dari seratus empat puluh tiga bab dan tiga ratus sembilan puluh hadith. Kitab terakhir adalah kitab al- Adab yang terdiri dari seratus delapan puluh bab dan lima ratus dua hadith.

Mungkin seorang akan bertanya bagaimana boleh jumlah hadith dalam kitabnya sebanyak lima ribu dua ratus tujuh puluh empat, sedangkan Abu Daud menyebut dalam risalahnya kepada orang Makkah bahawa banyak hadith hanya empat ribu delapan ratus sahaja. Ini disebabkan dua hal. Pertama, perbezaan dalam pengriwayatan sehingga mempengaruhi bilangan hadith. Kedua, banyak didapati pengulangan dalam bab yang berbeza kerana satu hadith boleh mengandungi beberapa hukum.

BIBLIOGRAPHI

Abu Daud, Sunan Abi Daud, Tahqiq Muhammad Muhyiddin Abd Hamid, Cet.1995 Jld. 1, Maktabah al-’Asriyyah, Lebanon.
Adib Shalih, Muhammad, Lamhat Fi Usul al-Hadith, , terbitan Al-Maktab Islamiy, Damaskus.
Al-‘Ainiy, Muhammad, Syarh Sunan Abu Dawud, Tahqiq Khalid Ibn Ibrahim al-Mashriy, Cet: 1, Thn 1999, Maktabah al-Rusyd, Riyadh, Saudi Arabia
Ali Yusuf, Ali, Silsilah Ulama Hadith, alih bahasa oleh Datin Sohair Abdel Moneim Sery, mengutif dari kitab A’lam Al-Muhaddithin, karangan Dr. Muhammad Muhammad Abu Syahbah. Cet:1, Thn 1989 Pustaka Antara Malaysia, Kuala Lumpur.
Al-Zahabiy, Syamsuddin, Siar A’lam al-Nubala, tahqiq Syu’aib al-Arnaut dan Ali Abu Zaid, Cet:1 Thn. 1983, Muassasah al-Risalah, Beirut, Lebanon
Ijaj Al-Khatib, Muhammad, Usul Al-Hadith, Cet: 1, Thn 1967, Dar al-Fikr, Beirut, Lebanon
Imam Ahmad bin Hanbal
Oleh: Azmi Al-Alawi

Nama dan keturunan

Abu Abdullah Ahmad b. Hanbal b. Muhammad b. Hanbal b. Hilal b. Idris b. Hayyan b. Abdullah b. Anas b. Auf b. Qasit b. Mazin b. Sayyan – Al-Baghdadi.

Pertemuan nasab antara Imam Ahmad dgn rasul s.a.w. pada Nizar b. Ma'ad b. Adnan.
Ibunya Maimunah bt Al-Malik Al-Shaibaniah, Bani Amir dari keturunan Arab jati. Ayah beliau seorang pejuang di Marwa, berasal dari Basrah ,meninggal dalam usia 30 thn.

Tempat lahir

- Ramai penulis berpendapat ibunya datang ke Baghdad dari Marwa semasa beliau dalam kandungan, Lahirkan pada Rabiul awal 164 H.
- Ada yg berkata beliau lahir di Marwa,kemudian dibawa oleh ibunya berpindah ke Baghdad.
- Bapanya meninggal dunia semasa beliau berusia 3 thn, dijaga oleh ibunya dlm keadaan yatim.Dibesarkan di Baghdad: pusat ilmu dan tamadun serta pusat pemerintahan negara.
- Berguru dgn ramai ulama'. Beliau hadir ke majlis ilmu Qadhi Abu Yusuf (murid Abu Hanifah- faqih terkenal). Tumpuan pada hadith dan mula mendengar hadith than 187 H (usia 16 thn), menurut Dhahabi ketika berusia 15 thn.
- Tokoh pertama yang di ambil hadith darinya ialah Abu yusuf al-Qadi.
- Kemudian mendapat tahu tentang kedatangan Abd- Allah bin Mubarak lalu berusaha hadir ke majlisnya tetapi tidak sempat kerana Abd- Allah telah berangkat ke Tarasus untuk berperang dengan Rom.
- Berdampingan dengan Husyham bin Bashir hinggalah gurunya ini meninggal tahun 183H.

Rehlah Ilmiah

- Antara tempat-tempat yang pernah di kunjungi oleh beliau ; Kufah ,Basrah.Mekkah, yaman, Sham, Jazirah.
- Rehlah pertama ke Kufah selepas kewafatan Husyam ketika usia 20 thn.
- Semasa di Kufah mendengar dari Abu Mu' awiyah al- Darir 194H.Dan Waqi' 194Hdan hafaz semua hadith Waqi'.
- Tahun 186H datang ke Basrah dan hadir pertama kali majlis Mu'tamir bin Sulayman 187H.
- Kerapkali berulang alik dari Kufah ke Basrah belajar dari Bahz bin Asid.
- Sampai ke Mekah setelah wafat Fudail bin ' Iyad, sempat mengerjakan haji 3kali secara berjalan kaki.
- Mendengar dari Sufyan bin 'Uyaynah 198H. Berkata Imam Ahmad;Saya tidak sempat dengan Malik tetapi Allah gantikan saya dengan Sufyan bin' Uyaynah.
- Rehlah ini menemukan beliau dengan Imam Syafi'i di Mekah. Tinggal di Baghdad dan mengambil semua yang ditulis oleh Syafi'i.
- Pergi ke Basrah 190H belajar dari Ibrahim bin Abi 'Adi 194H.Datang lagi dan mengambil dari Yahya bin Sa'id juga berguru dengan Sulayman bin Harb 244H dan Abu Nu'man 244H Abu'Umar Hafs bin 'Umar al-Hawdin 225H.
- Dari Basrah ke Wasit bertemu denganYazid bin Harun 206H,mengerjakan haji
- Tahun berikutnya ke Yaman bersama Yahya bin Ma' in, berguru dengan Abd
- Menyusun musnad ketika usia 36 tahun semasa di Baghdad.
- Tahun 200H datang ke Basrah mendengar hadith Abdul Samad bin al-Warith
- Sempat berguru dengan Muhamad bin Bakr al- Bursani 203H.
- Ke sham tahun 209H.
- Ke Missisah mendengar dari Hajjaj bin Muhammad al- Awwar 206H.
- Tahun 204H berusia 40 tahun aktif berfatwa ( tahun kewafatan Imam Syafi'i).
- Rehlah ke sham tahun 209H adalah yang terakhir.
- Tidak keluar dari Baghdad hinggalah berlaku mehnah Khalq al-Qur'an 218H.

Guru-guru

- Terlalu banyak, dibahagikan kepada dua berdasarkan cara beliau menerima hadith;Kitabah dan Sama'i.
- Antaranya ; Waqi' bin Jarrah, Abu Nu'aim al-Fadl bin Dakhan 219H, Abd al-Rahman bin Mahdi 198H.

Murid-murid

- Antaranya Imam Bukhari dan Imam Muslim.
- Guru-guru beliau juga meriwayat hadith dari beliau seperti Abd al-Razak dan Syafi'i.
- Termasuk juga rakan sebayanya seperti 'Ali bin Madini dan Yahya bin Ma'in.


Ketokohan beliau terserlah dalam periwayatan hadith, berkata Syafi'i; Saya keluar dari Baghdad dan tidak meninggalkan seorang pun yang lebih faqih,zuhud,wara,''alim daripada Ahmad bin Hanbal.

Beliau adalah faqih dan muhaddith, seorang fuqaha' muhaddithin seperti Malik.

Kecenderungan dalam riwayat

- Ketat dalam menerima hadith terutama berkenaan halal dan haram, tetapi longgar dalam bab yang berkait dengan fada'il.
- Menerima hadith mursal dan da'if jika tiada hadith lain.Da'if; yang diandaikan dan dimantapkan dengan terdapat berbagai turuq ( hasan li ghairihi ).

Mehnah yang diterima

-Berpunca dari Khalifah al-Ma'mun yang menyeru muhadithin dan fuqaha' menyokong beliau mengatakan bahawa al- Qur'an itu makhluq.
membandingkan beliau dengan Sayyidina Abu Bakar dalam menangani gejala riddah dizamannya.
-Hal ini terhenti dizaman Khalifah Harun al-Rashid.
- Zaman Al- Makmun pd mulanya menggunakan dasar rakyat bebas memilih aqidah hingga pd thn 218 H, mula menggunakan kekerasan
Antara imam-imam yg tidak menerima pdpat tersebut ialah ; Ahmad b. Hanbal, Muhammad b. Noh, Hassan b. Hammad Sajdah, 'Ubaidillah b. Umar al-Qawariri. Hanya imam Ahmad dan Muhammad shj yg kekal dgn pendirian mereka mengatakan Al-Quran itu kalam Allah.

Karya-karya

- belau berminat mengumpul hadith dan meneliti 'lalnya (kata pentahqiq : Sheikh Al-Arna'ut).
- Murid-muridnya dilarang melibatkan diri dlm perkara-perkara lain kecuali perkara-perkara berkaitan dgn al-Quran dan hadith dan mereka tidak diizinkan melihat kitab al-Syafi'e serta kitab-kitabnya yg lain
- Senarai hasil karya beliau yg disenaraikan oleh Ibn Nadim dlm fihris :

1. Kitab al-'Ilal
2. " al-Tafsir
3. " al-Zuhd
4. " al-Nasikh wa al-mansukh
5. " al-Fadhail
6. " al-Faraid
7. " al-Manasik
8. " al-Iman
9. " al-'Asyribah
10. " Ta'ah al-Rasul
11. Al-Radd' 'ala al-Jahmiah
12. Hadith al-Syu'bah
13. Al-Muqaddam wa al-Mu'akhar fi Kitab Allah Taala
14. Jawaban Al-Quran
15. Nafi al-Tashbih
16. Al-Imamah
17. Al-Risalah fi al-Solah
18. Al-Fitan
19. Fadhail Ahl al-Bayt
20. Musnad al-Bayt
21. Al-Asma' wa al-Kuna
22. Fadhail Sahabah

Definisi al-Musnad

- Karya hadith memuatkan hadith berdasarkan riwayat para sahabah tanpa melihat topic hadith tersebut dan bab-babnya tanpa mengira status samada sahih, hasan dan dhaif.
- Takrif lain bagi musnad : Hadith yg diriwayatkan beserta sanad
- Apabila selesai koleksi sesorang sahabat , dimuatkan pula sahabat yg lain
- Pengarang musnad tidak sama dlm penysunan sahabat, adayg menyusun mengikut keutamaan sahabat, ada yg menyusun mengikut turutan abjad dan ada yg menyusun mengikut qabilah

Metode Penyusunan Imam Ahmad Dlm Musnadnya

- Imam Ahmad memulakanmusnadnya dgn 10 sahabat yg dijanjikan syurga serta didahului dgn Khulafa' al-Rasyidin, kemudian disusuli enam yg lain
- Kemudian diikuti dgn musnad Ahl Bayt bermula dgn : Hasan b. Ali, Husayn b. Ali. 'Uqail b. Abi Talib, jaafar b. Abi Tanlib, Abd Allah b. Ja'far- 'Abbas b. Abdul Mutalib
- Dituruti pula musnad sahabat yg paling banyak meriwayatkan hadith bermula dgn : Abd. Allah b. Mas'ud, Ibn Umar, Abd Allah b. 'Amr b. Al-'As
- Musnad sahabat mengikut tempat, bermula dgn Mekah, Madinah , Sham , Kufah, Basrah, Musnad Ansar sehinggalah disudahi dgn Musnad Al-nisa'. Musnad Al-Nisa' dimulai dgn 'Aisyah, Fatimah hinggalah yg terakhir 'Um Nujayd

Imam Ahmad bukanlah pelopor musnad kerana ada penulis lain yg telah mendahuluinya sebelumnya seperti ; Abu Daud al-Tayalisi 204 H, Asad b Musa b Ibrahim al-'Umawi 212 H, Abu Ishaq Ibrahim b. Nasr al-Khurasani 213 H

Sifat Dan Status Hadith

- Musnad Imam Ahmad tergolong dlm karya hadith yg besar. Ia merupakan ensaiklopedia hadith yg menjdi rujukan umat Islam berhubung dgn hadith terutama ketika ada pertelagahan mengenainya. Inilah yg disebut sendiri oleh Imam Ahmad berdasarkan riwayat Abu Musa al-madini 541 H dlm al-Khashais
- Dimuatkan dlm musnad hadith yg disaring dri ribuan hadith
- Kata al-madini : Ahmad tidak meriwayatkan kecuali dari rawi yg thabit dan agamanya tidak dipertikaikan
- Banyak ulama' mengatakan hadith-hadith beliau ada yg sahih, hasan , dhaif bahkan maudu'.
- Kata al-Suyuti : Semua yg ada dlm musnad Ahmad diterima, dhaif hampir kpd hasan.
- Ada hadith sahih dlm musnad yg juga ada dlm sunan ada juga hadith yg setaraf dgn sahih tetapi tidak diambil oleh Bukhari & Muslim juga 4 sunan yg lain
- Ibn Jawzi menolak pandangan yg mengatakan bahawa semua hadith yg ada dlm musnad adalah sahih
- Abu Ya'la Muhammad b. hasan Al-Farra' berkata : Hadith dlm musnad adalah yg masyhur

Periwayat

1. Abd. Allah 290 H (anak beliau)
2. Saleh (anak beliau)
3. Hanbal b. Ishak (sepupu Imam Ahmad ) lebih menumpukan kpd fiqh

Sanad Hadith

Ibd al-Husayn- Ibn al-Mudhib- Al-Qutayl- 'Abd Allah b. Ahmad-Ahmad dari ibn Mudhhib 432 H diambil oleh Ibn a-Jawzi & Ibn 'Asakir

Sumbangan 'Ulama' Terhadap Musnad

- Mereka mempelajari kandungan musnad secara dengar dan baca. Kerana ia satu koleksi yg sangat besar dan terdapat byk hadith –hadith selainyg sedia ada
- Mempernudah pengguna mendapatkan hadith-hadith yg dimuatkan oleh Imam Ahmad dlm musnad
- Metode nya susah utk dirujuk, lalu dikarang lain utk membantu dlm rujukan

1. Senarai sahabat yg ada dlm musnad Ibn 'Asakir – 7 jilid
2. Tambahan oleh Ib Kathir diikuti kitab Atraf Li Kutub al-Sittah, Mu'jam Kabir & Musnad Abu Ya'la
3. Susunan mngikut abjad dilakukan oleh Abu Bakr Muhammad al-Hanbali 820 H
4. Susunan mengikut Sahih Bukhari oleh 'Urwah b. Zukhan
5. Saringan mengikut bab oleh : Shihab al-Din
6. Susunan mengikut atraf oleh : Ibn Hajar
7. Susunan mengikut topic oleh ; Ahmad b. Abd Rahman b. Muhammad, dibahagikan musnad kpd 7 bahagian – tauhid, usuluddin, fiqh, tafsir, targhib & tarhib, sejarah & sirah & manaqib, qiyamah
8. Meringkaskan sanad dgn menyebut nama sahabat sahaja. Sanad dimasukkan dlm komentar.

- membezakan sanad dari Ahmad dgn tambahanyg dibuat oleh Abd Allah dan Abu Bakr al-Qutayl
- 6 bahagian hadith terdapat di dlmnya

1. Riwayat dari Imam Ahmad (yg melebihi 3/4 bahagian)
2. Riwayat oleh Abd Allah dari ayahnya
3. Riwayat oleh Abd. Allah dari perawi selain dari ayahnya
4. Riwayat yg dibaca oleh Abd Allah kpd ayahnya yg diambil dai selain dari ayahnya
5. Riwayat yg tidak didengar dan tidak dibaca tetapi ditemui hasil tulisan ayahnya
6. Riwayat dari al-Hafiz Abu Bakr al-Qutayl dari orang lain selain Abd Allah dan Ahmad

Azmi Al'Alwi

Jumat, 07 November 2008

SURAT RINDU UNTUKMU KANDA
Oleh: jannatul husna*





assalamualaikum wbt.,

kanda...

lama sudah aku mencarimu. kerinduan akan gelak tawamu dulu masih tetap tersimpan, segar di ingatan jiwa ini. tapi entah dimana dan gimana aku harus menyapamu?
kata teman, kanda lama di yogya dan menetap sampai hari ini, disana...
sungguh aku sangat rindu kepadamu, bukan rindu seorang kekasih terhadap belain hatinya. tetapi rindu seorang adik kepada kakak, guru, bahkan sahabatnya.

dulu, saat dimana aku dikucilkan oleh kakak-kakak yang lain, saat aku dibenci oleh sahabat sendiri. karena aku terlalu akrab denganmu. kamu telah menghiburku dengan kesabaran dan ketabahan. koto baru, tempat dimana kita belajar fiqh sunnah dengan ustaz metriadi, mendendangkan irama bersama, menyimpan sejuta warna-pesona. setidaknya lembah merapi dan singgalang itu telah menjadikan kita seperti hari ini?

aku juga pernah berkunjung ke rumahmu di maninjau, indah sungguh kampung itu. tapi aku belum sempat membawamu beranjang sana ke negeri aku dilahirkan, jauh di sijunjung sana. mungkin tidak adil, namun nasib dan cita-cita yang berlainan membuat kita terpisah.

engkau memilih yogya sebagai ranah mengasah kepakaran, sementara aku terdampar di negeri menara kembar ini, kuala lumpur. walau tertatih, namun setidaknya kanda patut merasa bangga, punya adik yang satu ini. walau dia pernah menebar istilah "cerek bocor" kepada kakak-kakaknya, kala di asrama dar al-salam mapk beberapa tahun silam.

hari ini, setelah lama mencoba, klik kiri tekan kanan. akhirnya dunia maya tanpa batas tepi ini telah menuntun jalan adikmu ke beranda "blog jamayyka" (tempat berkumpulnya para alumni man/mapk koto baru padang panjang yang berkuliah di wilayah keraton yogyakarta). terima kasih jamayyka. karena engkau telah menjumpakan aku kembali dengan kakakku, ahmad riza anami, s.thi., ma.

oleh inilah, aku ingin tahu banyak tentang keadaan kakak hari ini. bagaimana dengan keluarga kecilnya disana, mudah-mudahan senantiasa dalam balutan kebahagiaan. keluarga besar kakak di maninjau, bagaimana? kuliah pasca-nya, mudah-mudahan rampung dalam waktu yang dekat. amin

demikian surat ini aku buat dalam penuh harap, semoga kanda bersedia membalas.
terima kasih.



*pelajar master pengajian al-quran dan al-hadith
unversity of malaya
kuala lumpur
+6014-2654654

Kamis, 06 November 2008

Kami Ingin Melakar Sejarah Baru Perubahan: Perjalanan Satu Diantara Dua Pengejar Mimpi

Dedikasi untuk istriku, Nelli Yendena dan buah hati kami, Adnan Neljann Thoura

Nama lengkap pria kelahiran Kabun Sumpur Kudus, 5 Juni 1983 ini adalah Jannatul Husna, S.ThI. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 07 Kabun (tamat tahun 1996), lalu dia melanjutkan pengembaraannya ke Madrasah Tsanawiyah Negeri di Padang Sibusuk (lulus tahun 1999). Kehidupan intelektual pemuda Kampai Darek ini kian terasah baik tatkala langkah nyasar-nya menginjak lembah ilmu Madrasah Aliyah Program Khusus di Padang Panjang (selesai tahun 2002). Berkat dukungan keluarga besarnya, terutama sokongan penuh dari sang ayah, Ali Anwar Dt. Rangkayo Mudo dan Ibu, Sari Nilam, serta saudara-saudaranya yang lain; Anga Hilal, Anda Ubek, Uda Adi, Uni HiEn dan Uda Ipul. Alhamdulillah rihlah ilmiah itu masih dapat diteruskan ke jenjang yang lebih tinggi, kuliah (S1). Walaupun banyak yang mencibir atas keputusan nekatnya untuk tetap kuliah, bahkan ada yang meramalkan, dia bakal “tumbang” dalam waktu dekat, karena secara kasat mata, apalah daya seorang anak desa yang tak begitu “berada” (alias miskin harta).

Ternyata bukan sekedar “pitih balepek” yang membuat orang mampu menemui hari Wisuda Kuliah, tetapi tekad yang kuat serta doa tulus pun boleh mengantarkan mereka ke tahap Sarjana. Buktinya, lakaran sejarah baru itu tercipta, tepat 21 Mei 2006, satu diantara putra daerah Kabun (daerah yang tersuruk itu) muncul sebagai Wisudawan Terbaik IAIN Imam Bonjol Padang, dengan pencapaian IPK 3,85 (Cum Laude).

Selama menjalani kuliah di Kampus Lubuk Lintah, dia mengabdikan diri sebagai guru TPA/TPSA di Masjid al-Ihsan Komplek Aru Indah Padang (2002-2006). Setelah selesai kuliah, dia kembali untuk beberapa saat ke kampung halaman, sambil mengajar di Taman Pendidikan Mubaligh Cilik Kec. Koto Tujuh (2006). Mendapatkan tawaran menjadi instruktur di Lembaga Kursus Bahasa Arab Yayasan Ar-Rahman Quranic Learning Padang, pimpinan Dr. Eka Putra Wirman, MA. (2007) membuat dia harus hijrah kembali ke Kota Bingkuang. Selang beberapa saat menjadi “pembantu” Dr. Eka, akhirnya tawaran kuliah S2 di Islamic Science University of Malaysia (USIM) datang, maka pengabdian itu tidak dapat dilanjutkan. Karena tawaran beasiswa pendidikan di USIM ini tidak sesuai dengan mode of study yaitu course and dissertation, maka pilihan terpaksa dialihkan ke University of Malaya Kuala Lumpur.

Mudah-mudahan berkat doa ikhlas semua pihak, baik keluarga mahupun masyarakat Kabun umumnya dan handai taulan, dalam waktu yang tidak lama, studi Master of Art (MA.) ini insya Allah bisa dirampungkan.

Diantara prestasi yang pernah diraih ialah: Juara 2 MTQ Antar Mahasiswa se-Malaysia di Universiti Islam Antarabangsa Malaysia (2008); Juara 1 MTQ Dewasa Putra Kab. Sijunjung (dulu Swl/Sijunjung) di Padang Sibusuk (2006); Juara 1 MTQ Cab. Qiraat Sab’ah Kab. Sijunjung di Kamang Baru (2004); Juara 1 MTQ Remaja Putra Kab. Sijunjung di Tanjung Bonai Aur (2002); Juara 1 MTQ Antar Mahasiswa Baru Mapelkam (Masa Pengenalan Kampus) IAIN Padang (2002); Juara 1 Budaya Baca Antar Mahasiswa IAIN Padang di Fakultas Adab (2006); Juara 2 MTQ Cabang Tartil Menengah Kab. Sijunjung di Sitiung (2000); Juara 2 MTQ Remaja Kota Padang Panjang (2001); Juara Harapan 1 MTQ Cabang Cerdas Cermat Provinsi Sumatera Barat di Batu Sangkar (2001); Juara 3 MTQ Remaja Kota Bukittinggi (2000); Juara 2 MTQ Antar Juara-juara se-Kota Padang (2004); Juara Harapan 3 MTQ Cabang Qiraat Sab’ah Provinsi Sumatera Barat di Padang Pariaman (2006); Juara 3 MTQ Anak-anak Kota Sawahlunto di Kec. Barangin (1996);

Sementara pengalaman organisasi yang pernah diceburi ialah: Ketua Bidang Intelektual dan Penelitian Persatuan Pelajar Indonesia University of Malaya Kuala Lumpur (2008-2009); Ketua IGASI (Ikatan Warga Sisawah) Kota Padang (2004-2005 dan 2005-2006); Koordinator LKTH (Lembaga Kajian Tafsir Hadith) IAIN Padang (2004-2005); Anggota FKRS (Forum Kajian Riyadush Shalihin) Fakultas Usuluddin IAIN Padang (2003-2004); Sekretaris Bidang Intelektual BEMJ Tafsir Hadith IAIN Padang (2003-2004).

Diantara karya yang telah dihasilkan iaitu: Shalawat Allah dalam al-Quran: Kajian Tafsir Tematik (Skripsi S1 IAIN Padang, 2006); Menakar Fundamentalisme Keberagamaan Mahasiswa (Ahmad Wahib Award UIN Jakarta, 2005); Rasulullah Idola Sesungguhnya (Gebyar BEM IAIN Padang, 2006). Saat ini masih terus belajar menulis untuk menggapai karya yang kian baik. Keinginan itu tersalur lewat blog pribadi penulis ini, http://jannatulhusna.blogspot.com. Kalau mau berbagi cerita dan pesan hantarkan email melalui jannatulhusna@ymail.com dan hjannatul@yahoo.co.uk atau ke nomor talian +6014 2654654 (Malaysia).

Tulisan ini dipersembahkan buat pembaca, terutama:

kepada Bunda Adnan (istriku tersayang), Nelli Yendena, A.Md. Keb., dan anak tercinta, Adnan Neljann Thoura.
kemudian ponakan-ponakan:

1. Hendri Yenti (semoga kuliah Iyen dan pengabdiannya lancar!)
2. Desma Yenti
3. Susneli Wati
4. Roni Saputra (MakNek senang mendengar kabar Iyon punya prestasi kuliah baik!)
5. Elsa Putri (teruslah menggapai cita, MakNek bakal membantu sekuat upaya!)
6. Lestri Dona (teruslah menggapai cita, MakNek bakal membantu sekuat upaya!)
7. Rahmat Ilahi (rajinlah belajar, Si Il harus berhasil seperti yang lain!)

Terima kasih atas izin semuanya, dalam saya mengejar mimpi yang entah kapan siapnya?
IMAM AL-NAWAWI: KONTRIBUSINYA TERHADAP HADITH
Oleh: JANNATUL HUSNA
IGB080008


Latar Belakang Kajian

Kajian terhadap hadith selalu menemukan relevansi yang cukup baik. Meskipun ada sebahagian kalangan menganggap perbahasan terhadap turath Islam yang satu ini telah hangus terbakar, kerana keseringan perbahasan terhadapnya. Anggapan itu, pada satu sisi mungkin ada benarnya, iaitu bahawa karya-karya hadith telah banyak dihasilkan oleh ilmuan-ilmuan Islam terdahulu dan masa kini. Tetapi pada sisi lain, kajian terhadap warisan Nabawi ini menjadi sangat wajar kerana fungsinya sebagai panduan hidup dalam Islam. Interpretasi terhadap pertunjuk Nabi ini boleh ditafsir secara berbeza antara kelompok masyarakat salaf dengan kewujudan masyarakat moden hari ini.

Begitu pentingnya kajian terhadap hadith, ulama-ulama Islam telah menumpukan tenaga dan masanya untuk menyusun perbahasan hadith. Ada yang melalui pengumpulan hadith semisal Imam Bukhārī, Muslim, Abū Dāwūd dan ramai lagi. Dan ada pula yang berkhidmat dan mensharah kitab-kitab kumpulan hadith dimaksud, seperti Sāhib Fath al-Bārī yang mensharah kitab Sahīh al-Bukhārī (Ibnu Hajar al-`Asqalānī) dan Imam al-Nawawi yang menjelaskan pelbagai espektasi penafsiran daripada hadith-hadith yang terdapat dalam kitab yang ditulis oleh Imam Muslim bin al-Hajjāj. Oleh itu, berikut ini akan didedahkan ulasan tentang riwayat hidup Imam al-Nawawi, karya-karyanya dan kaedah penulisan kitab al-Minhāj-nya.


Nama dan Nasabnya

Dia adalah al-Imām al-Hāfiz al-Awhid al-Qudwah Shayk al-Islām Muhy al-Dīn Abū Zakariyā Yahyā bin Sharf bin Marī bin Hasan bin Husayn bin Hizām bin Muhammad bin Jum`ah al-Hizāmī al-Hawrānī al-Shāfi`ī. Kuniyahnya Abū Zakariyā, sementara gelaran (laqab-nya) iaitu Muhy al-Dīn.

Al-Hizāmī adalah penisbahan kepada datuknya yang paling atas. Terserlah juga seseorang dengan nama ini, Abū Ishāq Ibrāhīm bin al-Munzir bin Abd Allāh al-Munzir bin al-Mughīrah bin Abd Allāh bin Khālid bin Hizām bin Khuwaylid bin Asad al-Hizāmī al-Qurashiy. Ibrāhīm bin al-Munzir al-Hizāmī anak kepada Hakīm bin Hizām r.a. bukan anak kepada Khālid, demikian Abū Kāmil al-Basīrī menceritakan dalam kitabnya al-Mudāfāt yang turut dipersetujui oleh Ibn Hazm dalam kitabnya Jamharah Ansāb al-`Arab.

Adapun penisbahan kepada al-Hawrāni, ianya adalah kerana sebuah desa yang besar lagi luas di Damaskus tempat al-Nawawi dilahirkan. Umar bin al-Khattāb pernah mengangkat `Alqamah bin `Alāthah menjadi wali (pemimpin) di sana.

Kelahiran dan Pertumbuhan

Imam al-Nawawi dilahirkan pada pertengahan bulan Muharram tahun 631 di Nawā, sebuah desa di Hawrān. Laiknya anak-anak lain, Imam al-Nawawi tumbuh secara normal seperti anak-anak kecil kebanyakan. Namun ada sebuah kejadian menarik dimasa kecilnya. Ini pernah diceritakan oleh bapanya, bahawa tatkala sang Imam baru berusia tujuh tahun, pada 27hb Ramadan beliau tersentak daripada tidurnya pada pertengahan malam yang terakhir sambil berkata kepada ayahnya: duhai ayah, cahaya apakah gerangan yang memenuhi ruangan ini, maka terjagalah seluruh ahli rumahnya yang lain sambil berkata: belum pernah setiap kita melihat kejadian seperti ini, lalu ayahnya menjawab: sungguh aku telah tahu bahawasanya ianya adalah malam lailat al-qadr.

Dari cerita ini dapat disimpulkan bahawa pertanda baik telah bermula sejak Imam al-Nawawi (beliau) masih muda belia, dengan memperolehi malam yang kebaikan didalamnya dinilai lebih tinggi dan lebih hebat daripada seribu bulan. Sebagaimana firman Allah, innā anzalnāhu fī laylat al-qadr, wamā adrāka mā laylat al-qadr, laylat al-qadr khayr min alf shahr; sesungguhnya kami telah menurunkannya (al-Quran) pada malam qadar, adakah kamu tahu apakah malam qadar itu? Malam qadar itu lebih baik daripada seribu bulan (QS. Al-Qadr [97]: 1-3).

Menuntut Ilmu

Tatkala umur Imam al-Nawawi berumur 19 tahun bapanya mengajak untuk pergi ke Damaskus dan menetap di sana lebih kurang dua tahun lamanya sambil belajar di Madrasah al-Rawāhayh. Dia menghafal kitab al-Tanbīh selama mendekati empat bulan setengah. Dia sempat menghafal seperempat Kitab al-Muhazzab, kitab Sahīh dan kitab sharah gurunya, Kamāl al-Dīn Ishāq bin Ahmad al-Maghribi, untuk selanjutnya pergi berhaji ke Makkah bersama dengan bapanya. Beliau pun sempat bermukim di Madinah selama satu bulan setengah.

Diantara keistimewaan al-Nawawi iaitu mampu mempelajari dua belas subjek pelajaran dalam satu hari, dia sempat membaca al-Wasīt, al-Muhazzab, kitab al-Sahīhayn, al-Luma` karya Ibn Dabiy, ilmu Mantik, ilmu Tasrīf, Usūl al-Fiqh, Asmā` al-Rijāl dan Usūl al-Dīn.

Para Guru dan Murid

Imam al-Nawawi belajar banyak hal, diantaranya Fiqh, Usūl al-Fiqh, bahasa dan Hadīth. Hal ini dibuktikan dengan senarai-senarai guru Imam al-Nawawi seperti berikut:

Guru hadithnya iaitu:

1. al-Shayk al-Imām al-Qādī al-Khatīb `Imād al-Dīn ‘Abd al-Karīm bin al-Qādī Jamāl al-Dīn ‘Abd al-Samad bin Muhammad yang lebih popular dengan nama Ibn al-Harastānī;
2. Sharf al-Dīn Abd al-`Azīz bin Muhammad bin ‘Abd al-Muhsin al-Ansārī al-Awsī al-Dimashqiy;
3. al-Hāfiz al-Zayn Khālid bin Yūsuf bin Sa`d bin Hasan bin Mufrij Abū al-Baqā` al-Nābilisī;
4. Ibn Burhān al-`Adl al-Sadr Radiy al-Dīn Abū Ishāq Ibrāhīm bin Abī Hafs ‘Umar bin Mudar bin Fāris al-Mudarī al-Wāsitī al-Saffār;
5. al-Imām al-Hāfiz al-Mutqin al-Muhaqqiq al-Dābit al-Zāhid al-Wara` Diyā` al-Dīn Abū Ishāq Ibrāhīm bin `Īsā al-Murādī al-Andalusī;
6. Zayn al-Dīn Abū al-`Abbās Ahmad bin Abd al-Dā`im bin Ni`mah bin Ahmad bin Muhammad bin Ibrāhīm, dan masih ramai lagi.

Diantara guru fiqhnya iaitu:

1. al-Imām al-`Allāmah al-Faqīh al-Muftī Kamāl al-Dīn Abū Ibrāhīm Ishāq bin Ahmad bin `Uthmān al-Maghribī;
2. al-Shaykh al-Imām al-`Allāmah Muftī al-Shām Kamāl al-Dīn Abū al-Fadā`il Sallār bin al-Hasan bin `Umar bin Sa`īd al-Abilī;
3. al-Imām Faqīh al-Shām Abū Muhammad Abd al-Rahmān bin Ibrāhīm al-Fizārī al-Shāfi`ī Tāj al-Dīn.

Sedangkan gurunya di bidang Usūl al-Fiqh pula, iaitu al-Qādī Abū al-Fath Kamāl al-Dīn `Umar bin Bundār bin `Umar al-Taflīsī. Sementara gurunya di bidang bahasa yang terserlah, Abū al-`Iyās Jamāl al-Dīn Ahmad bin Sālim al-Misrī al-Nahwī dan Imam al-`Allāmah Hujjat al-`Arab Jamāl al-Dīn Abū Abd Allāh Muhammad bin Abd Allāh bin Mālik al-Tā`ī al-Jiyyānī

Sebagai seorang yang mempunyai pengaruh ilmu pengetahuan, maka banyaklah para murid yang menuntut kepada Imam al-Nawawi, diantara mereka ialah:

1. Al-Hāfiz al-Zāhid `Ilā` al-Dīn `Alī bin Ibrāhīm bin Dāwūd bin Sulaymān Abū al-Hasan bin al-`Atār al-Shāfi`ī;
2. al-Imām al-Hāfiz Muhaddith al-Shām Jamāl al-Dīn Abū al-Hajjāj Yūsuf bin al-Zakī Abd al-Rahmān bin Yūsuf al-Mizzī al-Qudā`ī;
3. Muhammad bin Abī Bakr bin Ibrāhīm al-Qādī Shams al-Dīn bin al-Naqīb al-Shāfi`ī al-Dimashqī;
4. al-Qādī Sulaymān bin Hilāl bin Shibl bin Fallāh bin Hasīb al-Ja`farī al-Hawrānī—yang juga digelari dengan Sadr al-Dīn;
5. Sālim bin Abd al-Rahmān bin Abd Allāh al-Shāfi`ī Amīn al-Dīn bin Abī al-Durr
6. Abū al-`Abbās Ahmad bin Farh al-Ishbīlī;
7. Ahmad al-Darīr al-Wāsitī Abū al-`Abbās yang juga digelari dengan al-Khallāl;
8. Shihāb al-Dīn Abū al-`Abbās Ahmad bin Muhammad bin Salmān bin Hamāyil al-Ja`farī, dan lain-lain.

Karya-karya Intelektual

Diantara karya-karya intelektual Imam al-Nawawi ialah sebagai berikut:

1. al-Rawdah; Mukhtasar al-Sharh al-Kabīr karangan al-Rāfi`ī. Kitab ini mulai ditulis pada hari Kamis 25hb Ramadān tahun 666 dan selesai pada hari Ahad 15hb Rabī` al-Awwal tahun 669;
2. Sharh Sahīh Muslim, yang beliau namakan dengan al-Minhāj. Kitab inilah yang insha Allah akan menjadi persampelan penulis dalam makalah ini;
3. Sharh al-Muhazzab, yang beliau namakan dengan al-Majmū`, seperti al-Minhāj Mukhtasar al-Muharrar, sekarang lebih popular dengan `Umdat al-Tālibīn wa al-Mudarrisīn wa al-Muftīn;
4. Tahdhīb al-Asmā` wa al-Lughāt;
5. Riyād al-Sālihīn;
6. al-Adhkār, sebuah kitab yang mendedahkan kumpulan bentuk zikir dan doa serta etika keduanya menurut al-Quran dan al-Hadīth dan perbahasan lainnya;
7. Nukt al-Tanbīh, merupakan kitab yang terawal yang beliau tulis;
8. al-Īdāh fī Manāsik al-Hajj;
9. al-Tibyān fī Adāb Hamalat al-Qur`ān;
10. Mukhtasar wa Sharh al-Tanbīh, beliau juga menamakannya dengan Tuhfat al-Tālib al-Nabīh;
11. Sharh al-Wasīt atau al-Tanqīh;
12. Nukt `alā al-Wasīt;
13. Muhammāt al-Ahkām;
14. al-`Umdah fī Tashīh al-Tanbīh;
15. al-Tahrīr fī Lughāt al-Tanbīh;
16. Nukt al-Muhazzab;
17. Mukhtasar al-Tadhnīb karangan al-Rāfi`ī yang beliau namakan dengan al-Muntakhab;
18. Tabaqāt al-Shāfi`iyyah;
19. Mukhtasar al-Tirmidhī;20. Manāqib al-Shāfi`ī;
21. al-Taqrīb fī `Ulūm al-Hadīth wa al-Irshād fīhi;
22. al-Khulāsah fī al-Hadīth;
23. Mukhtasar Mubhamāt al-Khatīb;
24. Bustān al-‘Ārifīn;
25. Ru`ūs al-Masā`il;
26. al-Usūl wa al-Dawābit;
27. Qismat al-Qanā`ah wa Mukhtasaruhu, menjadi kitab terakhir yang beliau karang. Adapun tulisan-tulisan al-Nawawi lainnya masih banyak lagi yang tidak mungkin tersenaraikan disini.

Kewafatan

Imam al-Nawawi meninggal dunia pada malam Rabu tanggal 24 Rajab tahun 676, dan dimakamkan di Nawa, Hawrān Damaskus. Beliau mencecah usia hidup selama 45 tahun. Banyak pelayat yang merasa kehilangan atas kepergian beliau, baik dari kelompok yang mencela kredibiliti semasa hidupnya, apatahlagi kaum yang sememangnya telah memuji keilmuan dan peribadi Imam al-Nawawi. Majoriti umat Islam telah merasakan kedukaan yang cukup mendalam (ta`assufan balīghā) di seantaro negeri. Beliau disembahyangkan di Masjid Raya Damaskus, semoga arwahnya ditempatkan pada posisi ashāb al-sālihīn, al-siddīqīn dan para Anbiyā` serta utusan Allah lainnya.

Pujian Ulama Terhadap Imam al-Nawawi

Imam al-Nawawi adalah seorang yang sangat zuhud dan qanā`ah, teladan dalam kewara`an, meninggalkan kelezatan dunia, pengikut aliran salaf dari kelompok Ahl al-Sunnah wa al-Jamā`ah, sabar dalam menjalani kehidupan, sederhana dalam makanan dan pakaian. Bahkan dia tidak makan dan minum dalam sehari-semalam kecuali setelah paruh terakhir waktu malam (‘ashā`), dia juga tidak mencampurkan dua sambal sekaligus dan tidak minum kecuali sekali sahaja waktu sahur.

`Ilā` al-Dīn bin al-`Atār dalam kitab al-Manhaj al-Sawiy menulis, “…perkhabaran tentang kezuhudan, kewara`an dan kamuliaannya (Imam al-Nawawi) terserlah cukup baik”.

Imam al-Dhahabī, dalam Tadhkirat al-Huffāz mencatat bahawa terkumpul kesungguhan (mujāhadah) peribadi dan amal yang berhiaskan kewara`an dan murāqabah serta kesucian diri pada sosok seorang al-Nawawi. Dia juga seorang yang hāfiz dalam hadith dan funūn, dia pula seorang yang memahami ilmu rijāl (tokoh), ilmu kesahihan dan `ilal al-hadīth dan banyak lagi sisi-sisi keistimewaannya.


Kitab al-Minhāj Sharh Sahīh Muslim

Seperti telah disebutkan diatas, bahawa Kitab al-Minhāj Sharh Sahīh Muslim merupakan kitab yang terbesar yang pernah ditulis oleh Imam al-Nawawi bila dibandingkan dengan kitabnya yang lain. Kitab ini selesai ditulis 19hb Ramadān tahun 669. Salah sebuah percetakan yang turut menerbitkan kitab ini iaitu penerbit Dār al-Ma`rifah yang berada di Beyrūt, Lebanon. Untuk cetakan pertamanya dimulai pada tahun 1414 H bersamaan dengan tahun 1994. Terdiri daripada delapan belas juzuk, sekitar 9 mujalladāt kitab. Sepertinya edisi yang ditahqīq oleh al-Shayk Khalīl Ma`mūn Shikhā inilah yang terbaru daripada hasil percetakan kitab al-Minhāj Sharh Sahīh Muslim.

Diantara kaedah penulisan Kitab al-Minhāj Sharh Sahīh Muslim sebagaimana didedahkan oleh Imam al-Nawawi dalam bagian Mukaddimahnya, sepertimana berikut:

1. Beliau menjelaskan kaedah sīghah tahmmul wa al-adā`, adakah misalnya Haddathanā bererti sama dengan sīghah Akhbaranā;
2. Beliau turut mendedahkan persolan kepentingan dan keistimewaan al-Isnād (transmisi atau jalur para riwayat) dalam Islam (lihat pada bāb al-Isnād min Khāsat hādhihi al-Ummah), penjelasan tentang perkara ini semakin detail (muka surat 44) dengan didedahkannya berbagai sumber riwayat berhubungkait dengan permasalahan tersebut. Diantaranya riwayat Muhammad bin Sīrīn, “inna hādhā al-‘ilm dīn, fanzurū ‘amman ta`khudhūna dīnakum”, dan lain-lain;
3. Imam al-Nawawi juga menghuraikan pada pengantar kitabnya itu seputar perkara yang menjadi syarat Imam Muslim dalam kaedah kesahihan kitabnya;
4. Imam al-Nawawi pun menjelaskan jumlah hadith-hadith dalam kitab Sahīh Muslim yang tidak berulang-ulang, sebagaimana juga dia turut mendedahkan hadith Bukhārī;
5. Perkara yang terpenting juga yang dihuraikan oleh Imam al-Nawawi ialah pembagian dan karakteristik hadith Sahīh, Hasan, Da`īf dan istilah dalam ilmu hadith lainnya seperti al-Mawqūf, Mu`an`an, al-Tadlīs, I`tibār, Shāhid, Shādh, Munkar, dan lain sebagainya;
6. Sebelum Imam al-Nawawi menjelaskan lebih jauh sharahan kitab Sahih Muslim, terlebih dahulu beliau huraikan biografi Imam Muslim itu sendiri secara lengkap dan komprehensif (syumuli);
7. Kandungan isi Kitab al-Minhāj Sharh Sahīh Muslim dimulai dengan perbahasan kitāb al-Īmān pada juzuk pertama dan kedua;
8. Kemudian diiringi dengan juzuk ketiga yang membahas persoalan al-Tahārah dan al-Hayd;
9. Sementara juzuk keempat, perbahasan sembahyang (Kitāb al-Salāt) menjadi titik kulminasi utama, tanpa ada kajian lain;
10. Pada juzuk berikutnya, iaitu kelima perbahasan Salāt al-Musāfirīn dan al-Masājid;
11. Selanjutnya pada juzuk keenam terdapat perbahasan mengenai Salāt al-Istisqā` (sembahyang meminta hujan), al-Jumaat, al-Janā`iz (sembahyang mayat), al-Kusūf (sembahyang gerhana), Salāt al-`Īdayn (sembahyang dua hari raya) dan Fadā`il al-Qurān (keutamaan al-Quran);
12. Untuk perbahasan pada juzuk yang ketujuh, al-Nawawi pula menghurai perkara al-Siyām (puasa) dan al-Zakāh
13. Juzuk kedelapan mengandungi perbahasan al-I`tikāf dan al-Hajj;
14. Perbincangan mengenai seluk beluk kitāb al-Nikāh (perkahwinan) dan permasalahan yang melingkupinya terdapat pada juzuk kesembilan;
15. Pada juzuk kesepuluh wujud perbahasan mengenai al-Radā`ah (penyapihan terhadap anak), al-Talāq (perceraian), al-`Itq (pemerdekaan terhadap hamba sahaya), al-Li`ān, al-Musāqāh dan al-Buyū` (jual beli). Dan seterusnya, sampai kepada juzuk yang kedelapan belas yang terakhir terdapat huraian mengenai al-Tafsīr, al-Zuhd wa al-Riqāq (zuhud dan kasih sayang), al-Fitan wa Ashrāt al-Sā`ah (fitnah dan tanda-tanda akhir zaman atau hari kiamat);
16. Dalam Muqaddimah kitabnya (pada juzuk yang pertama), Imam al-Nawawi terlebih dahulu juga mendedahkan pentingnya bismillah supaya tidak kehilangan barakah pada setiap amalan kebaikan. Hadith yang beliau jadikan sandaran tentu hadith daripada Imam Muslim sendiri dengan dikuatkan oleh hadith-hadith Imam lainnya;
17. Setiap menjelaskan ayat ataupun kutipan pendapat pakar tertentu, maka al-Nawawi akan mencantumkan daftar kutipan (rujukan) sehingga memudahkan kepada pembaca untuk melacak kepada sumber asalnya. Seperti misalnya pada muka surat 6, beliau mengutip ayat 4 daripada QS. Al-Inshirāh, kemudian al-Risālah karangan Imam al-Shāfi’ī, dan begitulah seterusnya;
18. Masih dalam Muqaddimah kitabnya, al-Nawawi merasa perlu (agaknya) mengemukakan perkara pentingnya meriwayatkan hadith daripada orang-orang yang thiqah dan menjauhkan diri daripada orang-orang yang pembohong (tark al-kadhdhābīn), Nabi s.a.w. mengingatkan (muka surat 22) “man haddatha ‘annī bi hadīth yurā annahū [kadhib] fahuwa ahad al-kādhibīn”;
19. Sebagaimana tradisi imam-imam lain dalam mensharah sebuah kitab hadith, setiap shawāhid (hadith-hadith pendukung) dicantumkan dan dihuraikan secara mendalam, dari setiap masing-masingnya. Demikian juga dengan al-Nawawi;
20. Penjelasan rujukan yang masih berbentuk manuskrip (al-makhtūtāt) dan telah dicetak (al-matbū’ah) pun al-Nawawi jelaskan dengan sangat baik (lihat muka surat 50, 51 dan ramai lagi);
21. Sebelum memasuki penjelasan “kitāb al-īmān” atau kegiatan sharahan yang sebenar, al-Nawawi menghuraikan perkara yang amat penting, iaitu bolehnya berhujjah kepada hadith mu’an’an (sihhat al-ihtijāj bi al-hadīth al-mu’an’an). Begitu “mendesak” atau urgen-nya masalah ini, maka beliau secara detail menjelaskannya sepanjang yang mungkin (lihat muka surat 88-101). Dan masih banyak kaedah-kaedah lain dan pendekatan yang Imam al-Nawawi ambil dalam penulisan kitabnya. Wallahu a’lam.