Jumat, 06 Maret 2009

How To Be A Smart Writer

Afra menulis, tentang keinginanya untuk menjadi penulis berawal dari cita-cita yang sederhana. Diantaranya:

1. Ingin Menjadi Pintar

Afra mengatakan, ilmu itu ibarat kambing-kambing yang tercerai berai berkeliaran kesana kemari. Untuk mengumpulkannya kita perlu mengikatnya. Demikian juga dengan ilmu yang masih tercerai berai dalam otak kita, maka untuk mengumpulkannya kita harus mengungkapkannya secara sistematis, sehingga menulis merupakan cara terbaik untuk melakukannya.

Hemat saya, menulis bebas ataupun sistematis harus diawali dengan membaca. Karena tidak mungkin orang dapat menulis dengan benar, kalau sekiranya tidak ada sedikit informasi di dalam kepalanya. Jauh sebelum ini, ahli hikmah pernah berkata, al-'ilm ka al-sayd qayyid suyudaka bi al-habl al-wathiqah. Ilmu itu ibarat binatang buruan (liar), maka ikatlah ilmu pengetahuan itu dengan tulisan. Sebagaimana mengikat kambing (seperti ditulis Afra) dengan tali-temali yang kuat.

2. Berdakwah Dengan Pena

Menulis sederhana lalu menempelkannya di tempat yang mudah dibaca. Bila kita menulis hal baik, maka nilai ibadah kita akan mengalir setiap kali ada orang yang membaca, apalagi bila pembaca kemudian mengamalkanya.

Hemat saya, banyak mediasi yang boleh kita manfaatkan bagi mengembangkan kreasi tulis. Dulu, orang tidak pernah berkenalan dengan dunia internet. Bahkan, untuk menulis pun terpaksa di kulit-kulit binatang, pelepah kurma (kayu) kemudian meningkat menjadi pena, lalu muncul mesin tik. Hari ini, komputer bukan lagi menjadi barang yang mewah. Karena itu, sewajarnya kalangan mutaakhkhirin lebih produktif, kreatif dalam melakar karya-karya ilmiah.

Disamping ini semua, dakwah bi al-kitabah (tulisan) akan mampu dijalankan. Jangan mengira bahwa seruan Islam itu hanya berlangsung di mimbar-mimbar khutbah. Sungguh, menulis itu adalah dakwah dan dapat merubah dunia.

Nabi s.a.w. dalam riwayat Imam al-Tirmidhi pernah bersabda, inna al-dal 'ala al-khayr ka fa'ilih (siapa yang menunjukkan (orang lain) suatu kebaikan, maka seakan-akan ia sendiri yang berbuat kebaikan (itu). (Lihat Sunan al-Tirmidhi kitab 'al-ilm 'an Rasulillah bab ma ja'a al-dal 'ala al-khayr ka fa'ilih No. Hadith 2594)

Kalau tidak mampu untuk berdakwah dengan kekuasaan (al-yad) dan kata-kata (lisan), kenapa tidak mencoba untuk menulis? Relakah kita menjadi orang yang paling rugi se-dunia?

3. Berpikir Lebih Sistematis

Saat menulis, kita memiliki kesempatan untuk mengeditnya berkali-kali sampai tulisan itu menjadi rapi. Semakin banyak kita menulis, kian baik kemampuan merangkai kata-kata. Perlu disadari, kecerdasan seseorang tampak dari kemampuannya menyusun kata-kata (kalimat).

Hemat saya, menulis bermula dari hal yang kecil, sederhana. Ketika seseorang berucap tentang satu masalah. Dia membeberkannya tanpa noktah, tanpa koma dan tiada henti. Lalu mengulang tema itu kembali, yang pertama kali disebut, diulas lagi. Begitu seterusnya. Bagaimana pendapat anda tentang orang ini?

Menulis mendidik kita supaya pandai menata itu semua!

4. Memperoleh Kepuasan Batin

Menulis merupakan cara menumpahkan semua masalah yang ada dalam kepala. Mengekspresikan kepenatan ke dalam tulisan merupakan cara efektif untuk menenangkan fikiran. Bila kita berhasil mengungkapkan perasaan melalui tulisan, maka pikiran dan hati kita akan menjadi lebih nyaman.

Hemat saya, tulisan yang cerdas berangkat dari cuplikan (pengalaman) hidup. Karena hidup adalah fakta, bukan karangan semata-mata. Maka, lihatlah mereka menulis tentang lingkungannya. Seorang suami menulis tentang istrinya yang lagi ngidam. Seorang ayah menulis tentang anaknya yang mulai pintar berkilah dan ber-ulah. Buya Hamka (sebagai anak) mencatat perjalanan hidup ayahnya sendiri.

Terus, kenapa kita tidak mau merangkai kata seperti mereka? Berkisah tentang kolam ikan di belakang rumah, pincuran tempat mandi, lapangan bola tempat bermain dikala sore, dan sarat lagi yang harus ditulis.

Terakhir, kenapa kita tidak mau mencoba?

Keempat alasan di atas hanyalah sedikit dari apa yang diceritakan Afra di dalam bukunya (How To Be A Smart Writer, 2008). Selain itu terdapat pula trik-trik membangkitkan kemampuan menulis kita.

So, baca bukunya Afifah Afra dan gapailah cita-citamu menjadi smart writer!

dikutip dari http://id.shvoong.com/books/1794606-smart-writer/ setelah mengalami beberapa perubahan bahasa dan penambahan di beberapa titik.


JANNATUL HUSNA
MASTER OF ART
AL_QURAN DAN AL_HADITH
UNIVERSITI MALAYA
KUALA LUMPUR

3 komentar:

  1. Ma'af bang... saya tidak setuju....
    kalau tulisan ini tidak sempat dinikmati pembaca yang singgah diblog abang.

    Abiz.. saya pikir ne tulisan penting bangt diketahui masyarakat, terutama bagi pemuda urang minang nanlah ampia ndak mempedulikan kreatifitas tulis menulis ne. sampai2 A A. Nafis menyindir keadaan ini.

    sekarang ne, sering kita temukan orang yang sangat bangga dengan kesuksesan para pendahulu kita, lebih buruknya lagi mereka fanatik minta ampun dengan ulama tersebut, tapi jarang kita temukan mereka mencoba ikut menyelam seperti yang dilakukan Tokoh2 yang mereka kagumi. heheh .. jangan2 ambo ciek go mah..., setidaknya sekarang lah saatnya bagi setiap pemuda untuk mencoba keluar dari liang tempat terkuburnya kreatifitas ne.

    eh... nambah ne bos: ngasih komentar banyak2 ke site, blog, atau website yang tulisannya bisa dikomentari di internet ternyata cukup ampuh untuk memulai kreatifitas tulis menulis ne. aku dah nyoba loo... hehehe walaupun setengah mati susahnya.. ga padech.. yang penting nyoba dulu.. stujuga bang...

    salam dan sukses trus y bang,..

    BalasHapus
  2. Maaf di, aaa sindiran AA Nafis tentang pemuda Minang, agie tw abanglah?
    buku-buku AA Nafis kiro-kiro banyaknyo dima yo di, caliek an abang ceklah! Mungkin di Sari Anggrek?

    BalasHapus
  3. Ia amat merisaukan pendidikan nasional saat ini. Dari SD sampai perguruan tinggi orang hanya boleh menerima, tidak diajarkan orang mengemukakan pikiran. Anak-anak tidak diajarkan pandai menulis oleh karena menulis itu membuka pikiran. Anak-anak tidak diajarkan membaca karena membaca itu memberikan anak-anak perbandingan-perbandingan. Di perguruan tinggi orang tidak pandai membaca, orang tidak pandai menulis, jadi terjadi pembodohan terhadap generasi-generasi akibat dari kekuasaan.

    Demikian saketek cuplikan informasinyo wak tamui di
    www.tokohIndonesia.com (Ensiklopedi Tokoh Indonesia). klo dibukunyo alun wak tamui lai, mambaco se laun pernah lai, heh eh eh, tapi, klo dicaliak sumber tulisan tu, lai batangguang jawab nampaknyo. abang boleh lacak baliak untuak mamastikannyo, atau di http://novriyaldi.multiply.com/reviews/item/3. he heh eh eh..... sorry bang, wak promosi..

    Untuk sat ko alun wak cari karya-karyanyo lah bang, niaik sih lai, InsyaAllah kan wak koleksi karya2nyo....
    Good Luck...

    BalasHapus