Sabtu, 21 Juni 2008

Kabun dan Batu Bara; Aset yang Terlupakan?

Oleh: Jannatul Husna

Sebuah ladang batu bara terhampar cukup luas di daerah Lansek Manih, tepatnya di Kabun Kec. Sumpur Kudus Kab. Sijunjung. Namun catatan kekayaan energi dan potensi alam itu tak tercatat cukup baik oleh pihak berwenang. Lihatlah misalnya dalam web resmi kabupaten http://sijunjung.go.id/, di sana hanya tertera beberapa daerah, namun nama Kabun luput dari pantauan atau mungkin sengaja ditinggalkan karena “pembangkangan” daerah tersebut yang terus saja “ngotot” ingin mendirikan nagari sendiri lepas dari nagari asalnya, Sisawah. Sepatutnya, kalaupun Kabun mencoba “memberontak” di atas kelemahan potensi ber-nagari (tanpa rumah gadang dan balai-balai), mestilah tetap dicatat sebagai bentuk kejujuran dan keakuratan informasi.

Kini, ribuan ton batu bara diangkut dari negeri kaya air bersih itu, puluhan truk lansir tiap hari selama tidak terjadi hujan deras, karena sampai era ini jalan menuju ke sana masih saja “aspal mangambang”. Dari hasil penggalian batu bara, masyarakat telah boleh menikmati tunjangan gratis, tanpa perlu menguras keringat, tiap kepala keluarga bisa mendapatkan fee Rp. 50.000/minggu atau dua kali, tergantung pencapaian batu baranya. Dulu, fee untuk masyarakat berjumlah Rp. 60.000 untuk sekali menerima, namun hal ini harus dipotong untuk kepentingan masjid. Padahal kalau fee batu bara disediakan khusus bagi keperluan infrastruktur yang ada di Kabun, tidaklah akan terlalu memberatkan pihak penambang, asalkan “jatah” untuk masyarakat tidak dikuras seperti itu. Bukankah kita butuh rumah gadang, balai-balai, bahkan pasar mini sekalipun?

Penambangan yang sedang dilakukan di areal batu bara Guguak Mulek Kabun itu, menurut hemat penulis hampir tidak memperhatikan kelestarian lingkungan, dan ini tentu akan berimbas kepada kerugian yang lebih besar. Abrasi dan kerusakan alam lainnya. Maka dari itu, generasi muda dan pihak-pihak terkait “kudu” melihat masalah ini secara serius dan mendalam. Jangan sampai orang lain menangguk emas meraup kekayaan di pelataran rumah kita, sedang kita sendiri memperoleh ampas dan derita pahit.

Sekarang, hal yang perlu menjadi konsentrasi kita bersama adalah menjaga agar pembagian fee berjalan prosedur dan kesepakatan. Berikutnya meningkatkan semangat kegotongroyongan demi pembangunan Kabun yang lebih baik dan sejahtera, jangan seperti nistanya masyarakat Papua, negeri kaya emas tetapi termarginalkan. Kabun mesti menjadi nagari yang berdaulat, tetapi dalam bingkai strategi politik yang tersusun baik, elegan, tidak anarkhis apalagi “ngotot” membabi buta.

Kabun dengan kekayaan alam dan kegigihan putra-putri terbaiknya semoga tak lagi dilupakan? Amin….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar