Selasa, 09 September 2008

Koreh Iduang Togang Kalowan
Oleh: Jannatul Husna*


Tarapuang Tapi Tak Anyuik


Hampir—mendekati—sewindu (10 tahun) perseteruan itu ada, nyata. Dendam “pengusiran” dari Niniek Mamak Nagari induk, Sisawah terhadap cucu kamanakan yang ada di Kabun seakan tak lagi menyisakan kata maaf untuk pihak yang bersalah, walau barang sedikit. Naïve sudah masyarakatku! Dendamnya tujuh turunan, bahkan mungkin lebih lama dari itu. Walau hidup sesaat saja di alam ini, asif ‘alfa asif (sayang, seribu kali sayang) pintu maaf telah “mereka” tutup sedemikian rapatnya. Tidakkah kita mau belajar dari Tuhan Sang Pencipta, yang Maha Pemaaf, sebesar dan sebanyak apapun dosa makhluk-Nya? Atau kita merasa jauh lebih hebat dari Tuhan yang Maha Pemberi Ampun dan Kemaafan? Na’udhu bi Allah (semoga kita terhindar dari petaka senista itu).


Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk menolak perjuangan setengah elit “negeri” Kabun untuk menjadikan Kabun sebagai Nagari yang defenitif-otonom (mekar—tidak berarti lepas dan putus) dari nagari asalnya, Sisawah. Tetapi hendak menegaskan bahwa perjuangan mencapai semua itu harus berlandas, pijakan yang kuat, politis dan elegan (santun). Kemanapun kita bertanya tentang referensi ber-Nagari di Sumatera Barat, maka syarat utama pembentukan sebuah nagari itu adalah sama, yaitu: ba Rumah Gadang, ba Balai-balai (mencakup didalamnya Balairung-Balai Adat, Balai Nikah, Balai dalam arti Pasar), ba Pangulu dan infrastruktur lainnya.


Sekarang, mari kita lihat lebih jauh, jernih dan wajar. Mana diantara perangkat diatas—sebagai syarat kelaikan untuk membangun nagari—yang telah kita punyai. Sepatutnya kita memikir perkara ini sedari awal, sebelum “pergolakan” itu dikobarkan. Jangan pernah muncul istilah, santan (karambie) abieh samba ndak lamak (santan habis sambal tak enak) atau mancarie aka, tapi aka manjarek lihie. Jika kita belum atau tidak mau menyelidiki akar persoalan yang ini, saya khawatir perjuangan itu akan berujung sia-sia, sedang masyarakat teraniaya, terus dan kian lama (dari tahun 2000-sampai hari ini).


Untuak Apo Banagari?


Segala sesuatu yang diperjuangkan oleh anak manusia dalam hidup ini pasti menuju satu titik kesudahan. Itulah dia titik, tujuan hidup. Dalam bahasa agama, muara semua aktifitas perjuangan itu ialah dalam rangka beribadah (liya’buduni) kepada Allah s.w.t. Pertanyaannya kemudian, untuk apa kita memperjuangkan pemekaran nagari ini? Adakah kepentingan itu bermanfaat buat masyarakat banyak, baik secara pendidikan, kesehatan, sosial, budaya dan politik. Sekiranya kita benar mau membangun kepentingan ini, maka perjuangan itu harus tetap dilanjutkan, tetapi jangan melabrak aturan-aturan agama dan hukum yang diundangkan pemerintah. Kalau kita melanggar prinsip silaturrahim misalnya, dengan memutuskan mata rantai silaturrahim, hubungan kekerabatan dengan induak, asal kita tumbuh dan besar, kemana hendak kita buang prinsip syarak mangato adat mamakai? Begitupun tatkala kita melanggar peraturan pemerintah yang mengatur demi kemaslahatan semua, kemana hilangnya kewajiban mentaati pemimpin diantara kamu?


Duhai saudaraku, jangan suburkan “kacak langan bak langan, kacak bati bak bati” atau lupakah kita dengan “dima tumbuahnyo adat, disitunyo ba induak”? Para ninik mamak mestinya sadar dan kembali mengambil perannya secara baik, sesuai alur dan patut, jangan sampai terbalik, nan patuik dialua. Sehingga ninik mamak negeri Kabun, betul-betul menemukan kebebasannya, tidak lagi didikte atau diatur oleh kepentingan kelompok tertentu. Pada akhirnya, “mimpi” itu bisa diwujudkan dalam alam nyata.


Peran Pemuda dan Langkah Perjuangan


Satu hal yang amat saya sedihkan ialah hilangnya daya juang para pemuda. Mereka pecah kepada beberapa kelompok, padahal kalau mereka bersatu dalam mengambil inisiatif perubahan, maka perjuangan itu akan semakin hampir. Biasanya para pemuda itu memiliki kekuatan olah fikir dan fisik untuk melahirkan sebuah wajah baru peradaban. Seingat kita, bukankah era baru (1965) perjuangan meruntuhkan orde lama, juga lewat tangan para pemuda, zaman reformasi (1998) pun terlahir dari rahim perjuangan mereka?


Menyadari peran inilah, saya ingin mengajak kita semua (istimewanya warga Kabun, dimanapun anda dan apapun profesinya) agar melihat jebih jujur dan objektif, bahwa kita perlu menyusun strategi politik perjuangan dengan baik dan benar. Saya yakin, pihak pemerintah belum akan mengabulkan permintaan kita untuk ber-nagari, selama infrastruktur dan perangkat kasar itu belum terpenuhi. Oleh karena itu, kalau kita BENAR-BENAR mau memekarkan nagari, setidaknya langkah-langkah berikut perlu jadi renungan dan panduan. Kalau bukan, saya percaya kita masih pada tahap berangan-angan alias Koreh Iduang Togang Kalowan;


Pertama, selaiknya kita kembali memulihkan hubungan baik dengan nagari induk. Tidakkah kita mau mengingati larangan Allah dan Rasul s.a.w tentang memutus hubungan silaturrahim itu sebagai bencana besar, yaitu tidak akan pernah masuk surga para pelakonnya, lan yadkhul al-jannah qati’. Lalu buat apa kita beramal, termasuk puasa Ramadan kali ini, sementara dendam sejarah itu masih saja subur dalam sanubari?


Kedua, sejurus dengan tetap dibukanya tambang batu bara di Guguak Mulek, kita cadangkan anggaran fee-nya untuk pembangunan infrastruktur nagari, termasuk Balairung, Balai Adat, Balai Nikah, Balai-Pasar, bahkan pembangunan Rumah Gadang.


Ketiga, mengembalikan kekuatan pendapat dan legitimasi keputusan ninik mamak, alim ulama dan kaum cerdik pandai pada posisinya semula. Melawan hegemoni (pengaruh) pesanan pendapat kelompok apapun, demi tegaknya perjuangan ini.


Keempat, bersatulah para pemuda, untuk kebaikan. Padukan semangat dalam bingkai perjuangan yang jelas. Tidak membabi buta, apalagi ngotot tak karuan. Hargai pendapat orang lain yang mungkin jauh lebih benar dan beralasan daripada pendapat kita yang mungkin saja sangat rapuh dan tidak beralasan.


Kelima, kepada saudara-saudara saya yang kebetulan sedang belajar, baik di sekolah menengah maupun yang telah menduduki perguruan tinggi, mari kita luangkan waktu dan pemikiran untuk kebaikan kampung kita. Saling berbagi pengalaman dan pemikiran. Saling membantu di atas kesempitan dan kepayahan, jangan saling menjatuhkan! Sepertimana segelintir masyarakat kita, yang kerap menjatuhkan dan mematahkan semangat saat kita mau memulai, sedang dan berencana kembali untuk terus menuntut ilmu.


Salam Revolusi, semoga Kabun menemukan kejayaannya! Amin.


Wallahu A'lam....
*Pelajar Master University of Malaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar