Selasa, 21 Oktober 2008

Membangun Negeri Dua al-Fatihah
Oleh: Jannatul Husna

Judul diatas mungkin terlalu amat membingungkan sebahagian pembaca. Apa yang menjadi keinginan saya sesungguhnya dari tajuk tersebut? Adalah tumpah darah saya dilahirkan, memiliki tradisi ibadah yang asing, bahkan tak berlandas dalil yang kuat (bid’ah; man ahdatha fi amrina hadha wa laysa minna fa huwa radd). Oleh itu, tercetuslah keinginan untuk turut meluruskan. Lagi-lagi usaha secara lisan dari satu orang ”tokoh” agama ke tokoh lain telah pun dibuat, tetapi seakan tak mempan merubah siput direbus dan tanpa kesan? Maka melalui tulisan ini, mudah-mudahan bisa menyentak mata nan banyak, istimewanya kepada para pemuda Kabun, yang turut menikmati sajian blog saya ini.

Walaupun ibadah salat mesti mengikuti apa dan bagaimana Rasulullah melakukan, ta’abbudi dan ittiba’, namun kebiasaan dari mayoritas masyarakat saya malah mengikut apa yang mereka terima dari tradisi ”guru” yang mengajarkan. Begitulah mereka menerima ajaran dari guru, sedari dari nenek moyang dahulu memang sudah begitu! Demikian paling santer kita dengar saat kita meminta alasan kenapa mereka beribadah semacam ini?

Semenjak menuntut ilmu di bangku Tsanawiyah dulu, saya telah menyoalkan persoalan sama, yaitu kenapa bacaan setelah al-Fatihah Imam mesti diiringi dengan bacaan doa, ”Rabb ighfirli wa liwalidayya, amin”? Pada satu ketika, saya pernah mengurai tema ini melalui Mimbar Tarawih Ramadhan, banyak jamaah yang tersentak, tetapi lagi-lagi pada salat jamaah berikutnya, tetap saja mereka kembali pada tradisi semula. Lalu saya bertanya, adakah ini hubungannya dengan Umm al-Kitab (artinya ibu atau induk al-Quran). Mereka menjawab, ya. Karena al-Fatihah itu ibu al-Quran, maka kesempatan baik yang sedikit itu harus digunakan untuk mendoakan ibu bapak kita? Sebuah bentuk pemikiran keagamaan yang di-akal-akali, bukan karena masuk akal, tetapi dipaksa, seolah-olah masuk di akal.

Lalu saya berkata, adakah sama antara al-Fatihah Imam waktu Jumaatan dengan Tarawihan? Mereka menjawab, ya sama. Lalu kenapa pada saat Imam selesai membaca al-Fatihah waktu Salat Tarawih, makmumnya langsung membaca amin (tanpa membaca Rabb ighfirli...), sedang pada saat selesai Imam membaca al-Fatihah pada salat Jumat, makmum ”harus” membaca doa untuk ibu bapak itu? tanpa langsung mengiringinya dengan "amin". Mereka tertegun, saya kira mereka telah paham dan menyadari kesilapan. Ternyata belum juga, bahkan sampai hari ini?

Saya perlu menjelaskan, bahwa kajian agama itu masuk akal, tetapi tidak sewajarnya umat Islam mengakal-akali penjelasan agama. Perkara ibadah adalah al-tauqif dan al-ittiba’ (mesti berhenti [mengulas] dan mengikut apa adanya), untuk pencarian hikmah kenapa begitu? Boleh dilanjutkan di belakang hari. Sesuatu yang tidak ”mengena” dengan pemikiran kita saat ini, bukan berarti perkara berkenaan tidak sesuai menurut akal, namun karena keterbatasan akal kita mencapainya.

Al-Fatihah itu satu versi saja dalam al-Quran dan satu versi amalan pula dalam salat keseharian Muslim. Apabila Imam berkata ghayr al-maghdub ’alayhim wa la al-dallin, fa qulu amin, fa man wafaqa ta’minuhu ta’min al-Mala’ikah ghufira lahu ma taqaddama min dhambih; apabila Imam membaca ghayr al-maghdub ’alayhim maka jawablah dengan ”amin”, sesiapa yang aminnya bersamaan dengan amin-nya para Malaikat, maka diampuni dosanya yang telah berlalu. Jadi tidak ada kalimat perintah untuk berdoa kepada kedua orang tua pada momen ini?

Membuat versi baru kaifiat ibadah bukan mendapatkan keampunan, malah mengundang dosa dan kemurkaan. Na’uzubillah. Semoga Negeri dua versi al-Fatihah ini kian sadar akan terlalu banyaknya persoalan yang mesti dibangun, tidak saja infrastruktur fisik, tetapi juga pembangunan mental spritual, termasuk membina kajian agama yang sahih dan benar. Wallahu a'lam.

2 komentar:

  1. Barangkali kenyataan itu adalah komunikasi tak bersuara dari ketidak sadaran masyarakat kita akan pentingnya ilmu pengetahuan agama dalam beramal. isyarat yang tidak akan pernah mati untuk generasi muda seperti A'Toel yang sedang menguak kebodohan yang terapung di atas kenyataan cintanya.

    Semangat terus bang.....
    Allahu akbar...

    BalasHapus
  2. trimaksh atas komen2nya adi...
    salam.

    BalasHapus